Saatnya Pendidikan Mitigasi Bencana Lintas Sektoral Efek Longsor Banjarnegara

Bencana geologi berupa tanah longsor (landslide) pulang melanda bumi pertiwi ini.
Kali ini giliran Banjarnegara tepatnya pada Dusun Jemblung, Desa Sampang Karangkobar yang dilanda longsor dahsyat serta menyebabkan korban jiwa hingga ratusan. Hingga ketika ini baru sebagian korban yg berhasil dievakuasi dan sisanya masih tertimbun material tanah longsor. Kalau dikaji melalui pendekatan geografi maka dari aku longsor pada Banjarnegra kemarin merupakan kombinasi antara faktor keruangan dengan faktor ekologis. Dari sisi keruangan wilayah Dusun Jemblung adalah daerah dengan morfologi bukit-bukit dengan kemiringan yg curam mencapai 60 derajat dan curah hujan yang tergolong tinggi. Selain itu struktur tanah yg bersifat lempung dan kurang kompak. Dari sisi keruangan saja bisa disimpulkan wilayah tadi rawan bencana longsor. Dari sisi ekologi, kegiatan masyarakat yang banyak bertani serta mendirikan bangunan di lereng yg curam menggunakan tekstur tanah lunak tentunya akan menambah persentase timbulnya bala waktu demam isu hujan. Kombinasi ke 2 faktor itulah yang akhirnya mengakibatkan terjadinya longsor akbar pada minggu kemarin.
Jumlah korban jiwa dampak longsor di Banjarnegara terbilang sangat besar dan melebihi menurut korban akibat erupsi Merapi atau Sinabung. Longsor merupakan sebuah bala geologi yg bersifat tiba-tiba, tanpa peringatan serta mampu terjadi di mana saja. Dari peristiwa ini Indonesia harus berkaca lagi mengenai pentingnya pendidikan mitigasi bencana lintas sektoral. Setiap warga di Indonesia harus memiliki kecakapan spasial yang baik supaya mampu mengenali da memprediksi apa yg akan terjadi pada daerah tadi. Daerah Banjarnegara adalah daerah menggunakan kenampakan fisik bukit dan pegunungan dengan curah hujan yg tergolong tinggi di Indonesia. Oleh sebab itu kerentanan bencana geologi berupa longsor tentu akan sangat tinggi. Masyarakat setempat perlu memahami akan struktur keruangan wilayahnya masing-masing supaya bisa meminimalisir korban jiwa.
Indonesia memang terkenal dengan Ring of Fire nya yang menyebabkan banyak terjadi bala erupsi tetapi mungkin karena telalu silau dengan gunung api maka jenis bencana geologi yang satu ini agak terpinggirkan tetapi justru berpotensi lebih banyak memakan korban jiwa. 
Revolusi pendidikan mitigasi bala wajib digalakan pada Indonesia sampai lintas sektoral. Setiap desa pada Indonesia wajib mempunyai data fakta spasial dan peta kerentanan bencana masing-masing supaya nanti masyarakat mengetahui menggunakan jelas kondisi daerahnya. Pendidikan mitigasi wajib dimulai menurut keluarga kemudian sekolah serta lingkungan lebih kurang. Geografi menjadi galat satu disiplin ilmu tentang keruangan bumi berkewajiban dalam menaruh pemahaman kepada rakyat akan pentingnya mitigasi bala. 
Memang dalam KTSP nir dicantumkan adanya materi mitigasi bala sedangkan pada pada Kurikulum 2018 terdapat. Terus bagaimana?Kan kurikulum pendidikan dikembalikan ke KTSP?.
Perlu disadari balik sang para pendidik bahwa KTSP menaruh kebebasan pada pengajar buat berbagi materi pada Silabus sinkron SK/KD masing-masing. Jadi tidak terdapat alasan materi mitigasi bala tidak dapat dimasukan pada bahan ajar. Jadi nir terdapat yg salah dengan kurikulum yg galat merupakan pengajar yg nir berkreasi dengan pada penyampaian materi. Di KTSP terdapat KD mengenai litosfer, atmosfer hiosfer serta tentunya materi mitigasi bencana bisa disisipkan pada dalam setiap materi tersebut sesuai dengan penemuan pengajar masing-masing.



Gambar;

disini

Popular posts from this blog

Pembagian Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia Terbaru

ADZAN IQOMAH DAN DOA SESUDAH ADZAN TERBARU

Mencari Keliling dan Luas Gabungan Dari Persegi Panjang dan Setengah Lingkaran Terbaru