Bahaya Jika Anak Terlalu sering Dipuji
Anak memang kebanggaan para orang tua. Namun memuji anak menggunakan cara hiperbola berdampak kurang baik dalam tumbuh kembang anak.
Berdasarkan hasil studi modern, anak yang tumbuh menggunakan sifat narsis memiliki orangtua yg memuji mereka secara berlebihan. Nantinya, sifat narsis dalam anak akan membuat mereka menjadi langsung yg secara umum dikuasai, superior, serta selalu merasa berhak terhadap penghargaan meskipun donasi mereka terbilang minim. Parahnya, kebiasaan sering dipuji dari mini ini sanggup membangun ketakutan akan kegagalan.
Namun, sebelum menguraikan terlalu jauh, sebenarnya pujian misalnya apa yang dianggap berlebihan?
Menurut Eddie Brummelman, galat satu rekan penulis studi yg dihelat oleh Research Institue of Child Development and Education pada University of Amsterdam tersebut, menyampaikan bahwa kebanggaan berlebihan adalah sanjungan yg terlalu tinggi, meskipun orangtua tahu pada kenyataannya anak mereka tidak sepintar serta seunggul kebanggaan yang diberikan.
Brummelman mengumpulkan sejumlah orangtua yang selalu memuji anaknya terlalu tinggi. Kemudian, Brummelman menguji anak-anak mereka buat menyelidiki tingkat intelegensia masing-masing.
Hasilnya, anak-anak tadi memiliki IQ pada angka rata-rata, bahkan sebagian besar berada di bawah baku.
Penelitian ini melibatkan 565 anak-anak pada Belanda dengan kisaran usia mulai berdasarkan tujuh hingga 12 tahun. Rentang usia tadi, istilah Brummelman, merupakan masa di mana anak sudah mengerti perbandingan dan persaingan antar sesamanya.
Selain itu, seseorang psikolog terkemuka pada Inggris, Stephen Grosz, misalnya yg dikutip Dailymail, mengatakan, pujian kosong mampu mengakibatkan anak-anak nir bahagia karena anak-anak merasa tidak sanggup hayati tanpa harapan palsu.
Sebaliknya, ia menyarankan orangtua dan guru mengurangi menaruh pujian dan mengutarakan frasa dengan mengucapkan selamat kepada anak-anak agar 'berusaha lebih keras lagi'.
Grosz, yg telah praktik sebagai psikoanalis mengungkapkan, pujian kosong sama buruknya dengan kritik yg tidak dipikirkan. "Itu menyampaikan ketidakpedulian terhadap perasaan serta pikiran anak".
Ia pula mengutip penelitian yang memperlihatkan bila anak-anak yg seringkali dipuji kemungkinan akan tampil tidak baik pada sekolah. Psikolog berdasarkan Columbia University menanyakan 128 siswa berusia 10-11 tahun buat memecahkan sejumlah soal matematika.
Setelah itu, beberapa terdapat yg dipuji dengan "Kamu melakukannya menggunakan sangat baik. Kamu begitu pandai ".
Sedangkan dalam kelompok lain, para peneliti mengungkapkan 'Apakah kamu sudah baik melakukannya, kamu harus berusaha sangat keras".
Kedua kelompok anak-anak lalu diberi pertanyaan yg lebih sulit serta anak-anak yang telah diberitahu bila pandai nir melakukan sebaik yang dilakukan sahabat-temannya.
Bahkan, para peneliti menemukan anak-anak yang disanjung mencoba buat berbohong tentang output pekerjaannya waktu ditanya mengenai percobaan.
Grosz telah menulis sebuah kitab tentang perilaku manusia 'The Examined Life'. Ia menceritakan, waktu mengantar anaknya ke penitipan anak dekat rumahnya pada London Utara, ia mendengar asistennya berkata. "Kamu menggambar pohon yg latif. Bagus".
Setelah itu, ia melakukan gambar lainnya dan asisten yang sama menyampaikan 'Wow,engkau sungguh-benar-benar seseorang seniman".
Dalam bukunya, Grosz menuliskah bila hatinya hancur ketika melihat asisten pada sana menaruh banyak kebanggaan.
Grosz percaya poly orang dewasa yang dikritik waktu masih muda dan sekarang ingin memperlihatkan jika dirinya tidak sama.
Daripada terlalu memuji anak, lanjutnya, orangtua harus mencoba buat menciptakan agama diri anaknya menggunakan lembut.
Berdasarkan hasil studi modern, anak yang tumbuh menggunakan sifat narsis memiliki orangtua yg memuji mereka secara berlebihan. Nantinya, sifat narsis dalam anak akan membuat mereka menjadi langsung yg secara umum dikuasai, superior, serta selalu merasa berhak terhadap penghargaan meskipun donasi mereka terbilang minim. Parahnya, kebiasaan sering dipuji dari mini ini sanggup membangun ketakutan akan kegagalan.
ilustrasi
Menurut Eddie Brummelman, galat satu rekan penulis studi yg dihelat oleh Research Institue of Child Development and Education pada University of Amsterdam tersebut, menyampaikan bahwa kebanggaan berlebihan adalah sanjungan yg terlalu tinggi, meskipun orangtua tahu pada kenyataannya anak mereka tidak sepintar serta seunggul kebanggaan yang diberikan.
Brummelman mengumpulkan sejumlah orangtua yang selalu memuji anaknya terlalu tinggi. Kemudian, Brummelman menguji anak-anak mereka buat menyelidiki tingkat intelegensia masing-masing.
Hasilnya, anak-anak tadi memiliki IQ pada angka rata-rata, bahkan sebagian besar berada di bawah baku.
“Kami menemukan bahwa anak yang selalu dipuji serta disanjung maksimal oleh orangtua mereka, cenderung mempunyai kecerdasan biasa-biasa saja,” ujar Brummelman yg melakukan eksperimen ini di Utrecht University di Belanda, beserta-sama dengan peneliti menurut University of Southampton, Inggris, serta Ohio State University, Amerika Serikat.
Penelitian ini melibatkan 565 anak-anak pada Belanda dengan kisaran usia mulai berdasarkan tujuh hingga 12 tahun. Rentang usia tadi, istilah Brummelman, merupakan masa di mana anak sudah mengerti perbandingan dan persaingan antar sesamanya.
“Anak yg selalu dipuji, tidak hanya menganggap diri mereka hebat, tapi mereka jua merasa bahwa mereka selalu lebih baik berdasarkan orang lain,” imbuhnya.
“Penelitian ini masih hijau dan perlu studi lanjutan. Tetapi, kami melihat bahwa sifat narsis dalam anak ditimbulkan orangtua berlebihan pada memberikan kebanggaan. Anak-anak yang demikian butuh buat selalu dipuja-puja. Buruknya, anak-anak seperti ini jadi lebih militan waktu mereka mengalami penolakan,” urainya.
Selain itu, seseorang psikolog terkemuka pada Inggris, Stephen Grosz, misalnya yg dikutip Dailymail, mengatakan, pujian kosong mampu mengakibatkan anak-anak nir bahagia karena anak-anak merasa tidak sanggup hayati tanpa harapan palsu.
Sebaliknya, ia menyarankan orangtua dan guru mengurangi menaruh pujian dan mengutarakan frasa dengan mengucapkan selamat kepada anak-anak agar 'berusaha lebih keras lagi'.
Grosz, yg telah praktik sebagai psikoanalis mengungkapkan, pujian kosong sama buruknya dengan kritik yg tidak dipikirkan. "Itu menyampaikan ketidakpedulian terhadap perasaan serta pikiran anak".
"Memuji anak-anak kita mampu mengangkat perasaan harga diri kita hanya sesaat akan tetapi tidak poly melakukan buat perasaan percaya diri anak-anak".
Ia pula mengutip penelitian yang memperlihatkan bila anak-anak yg seringkali dipuji kemungkinan akan tampil tidak baik pada sekolah. Psikolog berdasarkan Columbia University menanyakan 128 siswa berusia 10-11 tahun buat memecahkan sejumlah soal matematika.
Setelah itu, beberapa terdapat yg dipuji dengan "Kamu melakukannya menggunakan sangat baik. Kamu begitu pandai ".
Sedangkan dalam kelompok lain, para peneliti mengungkapkan 'Apakah kamu sudah baik melakukannya, kamu harus berusaha sangat keras".
Kedua kelompok anak-anak lalu diberi pertanyaan yg lebih sulit serta anak-anak yang telah diberitahu bila pandai nir melakukan sebaik yang dilakukan sahabat-temannya.
Bahkan, para peneliti menemukan anak-anak yang disanjung mencoba buat berbohong tentang output pekerjaannya waktu ditanya mengenai percobaan.
Grosz telah menulis sebuah kitab tentang perilaku manusia 'The Examined Life'. Ia menceritakan, waktu mengantar anaknya ke penitipan anak dekat rumahnya pada London Utara, ia mendengar asistennya berkata. "Kamu menggambar pohon yg latif. Bagus".
Setelah itu, ia melakukan gambar lainnya dan asisten yang sama menyampaikan 'Wow,engkau sungguh-benar-benar seseorang seniman".
Dalam bukunya, Grosz menuliskah bila hatinya hancur ketika melihat asisten pada sana menaruh banyak kebanggaan.
"Bagaimana aku mampu menjelaskan pada asisten pada penitipan anak bahwa saya akan lebih suka bila dia nir memuji anak aku ," ujarnya.
Grosz percaya poly orang dewasa yang dikritik waktu masih muda dan sekarang ingin memperlihatkan jika dirinya tidak sama.
Daripada terlalu memuji anak, lanjutnya, orangtua harus mencoba buat menciptakan agama diri anaknya menggunakan lembut.
"Hanya mendengarkan apa yang anak Anda ingin beritakukan ke Anda, tentang apa yang menciptakan mereka tertarik serta apa yg mereka sukai," imbuhnya.