Beginilah tingginya Biaya Hidup di jepang
Lantaran biaya hidup tinggi termasuk buat urusan tempat tinggal pada jepang, Warung internet tak hanya berfungsi buat menjelajah internet, sebagian orang menjadikannya loka tinggal lantaran porto hidup yang begitu tinggi. Untuk ukuran orang Indonesia kebanyakan, hidup di Jepang memang luar biasa mahalnya.
Bagaimana tidak? Contohnya saja Fumiya, pria berusia 26 tahun yang berprofesi sebagai satpam. Menurut pengakuannya, Fumiya mempunyai penghasilan tinggi buat berukuran orang Indonesia, yakni di kisaran 230 ribu yen per bulan atau kurang lebih Rp 24 juta.
Dikutip detikINET menurut Disposable Workers, Selasa (24/3/2015), gaji itu rupanya tergolong kecil di Jepang. Apalagi pada ibukota Tokyo yg porto hidupnya gila-gilaan. Maka Fumiya waktu ini memilih tinggal saja pada warnet dengan biaya sekitar USD 750 per bulan.
Di warnet, beliau mampu berselancar internet atau main game sepuasnya. Ia pula tak perlu lagi mengeluarkan porto tambahan seperti listrik, air atau kebersihan.
Tinggal di warnet baginya merupakan pilihan realistis. Soalnya istilah dia, buat menyewa sebuah apartemen tidak mengecewakan rupawan pada Tokyo, beliau butuh porto hingga USD 13 ribu pada muka buat porto sewa, deposit serta sebagainya.
Terlebih lagi, pekerjaanya menjadi satpam masih rentan lantaran beliau bukan pegawai permanen. Maka, ia ingin mencari pekerjaan yang lebih baik menggunakan misi tidak lagi tinggal pada warnet.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Buruh serta Kesejahteraan Jepang, lebih kurang lima.400 orang Jepang tinggal pada warnet dalam tahun 2018. Sekitar separuhnya adalah pengangguran, sisanya berpendapatan pas-pasan.
Pria lain yg menentukan tinggal pada warnet adalah Tadayuki Sakai yang kini berusia 42 tahun. Ia mengaku senang saja tidur dan beristirahat di warnet. Hampir sama misalnya Fumiya, beliau merasa tinggal di warnet merupakan pilihan realistis mengingat gajinya pas-pasan.
Tapi Sakai berusaha menabung dan impiannya adalah pulang keluar Jepang. "Aku nir punya tanggungan apa-apa lagi di Jepang," demikian karena.
Memang betapa pun begitu majunya negara Jepang, kaum berpendapatan rendah atau miskin terdapat di sana. Cukup banyak yg tak punya loka tinggal. Apalagi di kota misalnya Tokyo yg sudah begitu padat dan porto hayati mencekik leher.
Maka, pengusaha warnet di Negeri Sakura itu punya wangsit pengembangan bisnis. Mereka jua menyewakannya sebagai tempat tinggal yg cukup bersih serta nyaman.
Biayanya lebih murah daripada apartemen, kebanyakan lebih kurang Rp 160 ribu per malam. Biaya itu telah mencakup bilik langsung yang terdapat pintunya, akses dalam internet dan game dan minuman.
Bagi beberapa orang, warnet pun menjadi pilihan loka tinggal. Tidak senyaman pada tempat tinggal atau hotel memang, tapi cukuplah buat sekadar melepas lelah.
Bagaimana tidak? Contohnya saja Fumiya, pria berusia 26 tahun yang berprofesi sebagai satpam. Menurut pengakuannya, Fumiya mempunyai penghasilan tinggi buat berukuran orang Indonesia, yakni di kisaran 230 ribu yen per bulan atau kurang lebih Rp 24 juta.
Dikutip detikINET menurut Disposable Workers, Selasa (24/3/2015), gaji itu rupanya tergolong kecil di Jepang. Apalagi pada ibukota Tokyo yg porto hidupnya gila-gilaan. Maka Fumiya waktu ini memilih tinggal saja pada warnet dengan biaya sekitar USD 750 per bulan.
Di warnet, beliau mampu berselancar internet atau main game sepuasnya. Ia pula tak perlu lagi mengeluarkan porto tambahan seperti listrik, air atau kebersihan.
Tinggal di warnet baginya merupakan pilihan realistis. Soalnya istilah dia, buat menyewa sebuah apartemen tidak mengecewakan rupawan pada Tokyo, beliau butuh porto hingga USD 13 ribu pada muka buat porto sewa, deposit serta sebagainya.
Terlebih lagi, pekerjaanya menjadi satpam masih rentan lantaran beliau bukan pegawai permanen. Maka, ia ingin mencari pekerjaan yang lebih baik menggunakan misi tidak lagi tinggal pada warnet.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Buruh serta Kesejahteraan Jepang, lebih kurang lima.400 orang Jepang tinggal pada warnet dalam tahun 2018. Sekitar separuhnya adalah pengangguran, sisanya berpendapatan pas-pasan.
seorang pemuda yg tinggal di warnet
Tapi Sakai berusaha menabung dan impiannya adalah pulang keluar Jepang. "Aku nir punya tanggungan apa-apa lagi di Jepang," demikian karena.
Memang betapa pun begitu majunya negara Jepang, kaum berpendapatan rendah atau miskin terdapat di sana. Cukup banyak yg tak punya loka tinggal. Apalagi di kota misalnya Tokyo yg sudah begitu padat dan porto hayati mencekik leher.
Maka, pengusaha warnet di Negeri Sakura itu punya wangsit pengembangan bisnis. Mereka jua menyewakannya sebagai tempat tinggal yg cukup bersih serta nyaman.
Biayanya lebih murah daripada apartemen, kebanyakan lebih kurang Rp 160 ribu per malam. Biaya itu telah mencakup bilik langsung yang terdapat pintunya, akses dalam internet dan game dan minuman.
Bagi beberapa orang, warnet pun menjadi pilihan loka tinggal. Tidak senyaman pada tempat tinggal atau hotel memang, tapi cukuplah buat sekadar melepas lelah.