Gitanjali Rao Gadis 11 Tahun Penemu Sensor Kadar Timbal Air
Gitanjali Rao, Gadis 11 Tahun, Penemu Sensor Kadar Timbal Air
Rao mengaku inspirasi tersebut ia kembangka selama 5 bulan menjadi respon berdasarkan krisis air yang melanda Flint, Michigan belakangan ini.
Gitanjali Rao pemenang Young Scientist Challenge (Andy King)
Gitanjali Rao adalah seseorang gadis berusia 11 tahun yg yang terbaru memenangkan Discovery Education 3M Young Scientist Challenge tahun ini.
Gadis asal Colorado ini memenangkan ajang bergengsi tersebut sehabis sensor yang beliau ciptakan sanggup mendeteksi kadar timbal pada air lebih baik menurut metode tradisional.
Kemenangan Rao diumumkan pada Selasa (17/10/2017). Dengan kemenangannya ini, Rao berhak mendapatkan 25.000 dollar Amerika atau setara dengan 337.850.075 rupiah.
Rao mengaku inspirasi tersebut ia kembangka selama 5 bulan menjadi respon berdasarkan krisis air yang melanda Flint, Michigan belakangan ini.
"Gagasan itu baru saja saya dapatkan waktu melihat orang tua aku menguji timbal dalam air di tempat tinggal kami," kata murid kelas tujuh ini misalnya yg dikutip melalui Business Insider, Kamis (19/10/2017).
(Baca juga: Jika Es Arktik Mencair, Virus Raksasa Kuno Bisa Bangkit Kembali)
"Saya berpikir, 'Ini bukanlah cara yang tangguh dan saya harus melakukan sesuatu buat membarui ini," sambungnya.
Menurut data yg diperolah pada 2018, air yg terkotori timbal menjadi kasus bagi 5.300 sistem air di Amerika Serikat. Lantaran itu, waktu ingin menguji kadar timbal pada air mereka, orang akan memakai satu dari 2 cara.
Biasanya, orang-orang akan menggunakan strip tes timbal. Cara ini kelihatannya memang cepat, tetapi hasilnya tidak sepenuhnya akurat.
Cara lain yg sanggup dilakukan umumnya merupakan mengirim air ke (Environmental Protection Agency) EPA buat di analisis.
Sayangnya, cara ini membutuhkan waktu lama serta peralatan yang mahal.
Karena hal tersebut, Rao lalu ingin merancang solusi yg lebih cerdas dan efektif.
Selama animo panas Rao bekerja menggunakan ilmuan 3M buat menciptakan sensor yg diusulkannya menjadi nyata.
Perangkat yang diberi nama Rao Tethys ini memakai karbon-nanotube untuk mendeteksi keberadaan timbal dalam air.
(Baca pula: Mengapa Kita Harus Peduli Terhadap Air limbah serta Pengelolaannya?)
Rao menyetel karbon-nanotube buat mendeteksi timbal, memasangkan perangkat tersebut dengan aplikasi seluler yg menampilkan status air.
Setelah kemenangannya, Rao menyampaikan bahwa ia berharap sanggup memperbaiki perangkat ini lebih baik lagi.
Pada akhirnya nanti, beliau berharap sanggup menjual sensor ini kepada seluruh orang yg tinggal di daerah tercemar timbal.
Rao yang bercita-cita sebagai ahli genetika atau ahli epidemiologi ini mengungkapkan kontaminasi timbal menarik baginya karena menggabungkan kedua disiplin ilmu tersebut.
"apabila anda mandi menggunakan air yg tercemar, lalu dengan gampang mendapatkan ruam akan dipelajari sang pakar epidemiologi," katanya.
(Baca pula: Air Langit buat Masyarakat Dunia)
"Dan bila seseorang meminum air tersebut, kemungkinan memiliki anak yang cacat, meskipun kemungkinannya mini ." sambung Rao.
Bagaimana pun, Rao berkata tujuannya dengan perangkat yang diberi nama dewi air Yunani itu adalah buat menjangkau sebesar mungkin orang.
"Saya mempelajari sedikit menurut kedua topik ini karena saya sangat tertarik menggunakan bidang ini," tutur Rao.
"Dan lalu aku menemukan perangkat ini buat membantu menyelamatkan nyawa." tutupnya.
Artikel ini telah pernah tayang di Kompas.com menggunakan judul Gadis 11 Tahun Temukan Cara Deteksi Timbal Berbahaya dalam Air
Rao mengaku inspirasi tersebut ia kembangka selama 5 bulan menjadi respon berdasarkan krisis air yang melanda Flint, Michigan belakangan ini.
Gitanjali Rao adalah seseorang gadis berusia 11 tahun yg yang terbaru memenangkan Discovery Education 3M Young Scientist Challenge tahun ini.
Gadis asal Colorado ini memenangkan ajang bergengsi tersebut sehabis sensor yang beliau ciptakan sanggup mendeteksi kadar timbal pada air lebih baik menurut metode tradisional.
Kemenangan Rao diumumkan pada Selasa (17/10/2017). Dengan kemenangannya ini, Rao berhak mendapatkan 25.000 dollar Amerika atau setara dengan 337.850.075 rupiah.
Rao mengaku inspirasi tersebut ia kembangka selama 5 bulan menjadi respon berdasarkan krisis air yang melanda Flint, Michigan belakangan ini.
"Gagasan itu baru saja saya dapatkan waktu melihat orang tua aku menguji timbal dalam air di tempat tinggal kami," kata murid kelas tujuh ini misalnya yg dikutip melalui Business Insider, Kamis (19/10/2017).
(Baca juga: Jika Es Arktik Mencair, Virus Raksasa Kuno Bisa Bangkit Kembali)
"Saya berpikir, 'Ini bukanlah cara yang tangguh dan saya harus melakukan sesuatu buat membarui ini," sambungnya.
Menurut data yg diperolah pada 2018, air yg terkotori timbal menjadi kasus bagi 5.300 sistem air di Amerika Serikat. Lantaran itu, waktu ingin menguji kadar timbal pada air mereka, orang akan memakai satu dari 2 cara.
Biasanya, orang-orang akan menggunakan strip tes timbal. Cara ini kelihatannya memang cepat, tetapi hasilnya tidak sepenuhnya akurat.
Cara lain yg sanggup dilakukan umumnya merupakan mengirim air ke (Environmental Protection Agency) EPA buat di analisis.
Sayangnya, cara ini membutuhkan waktu lama serta peralatan yang mahal.
Karena hal tersebut, Rao lalu ingin merancang solusi yg lebih cerdas dan efektif.
Selama animo panas Rao bekerja menggunakan ilmuan 3M buat menciptakan sensor yg diusulkannya menjadi nyata.
Perangkat yang diberi nama Rao Tethys ini memakai karbon-nanotube untuk mendeteksi keberadaan timbal dalam air.
(Baca pula: Mengapa Kita Harus Peduli Terhadap Air limbah serta Pengelolaannya?)
Rao menyetel karbon-nanotube buat mendeteksi timbal, memasangkan perangkat tersebut dengan aplikasi seluler yg menampilkan status air.
Setelah kemenangannya, Rao menyampaikan bahwa ia berharap sanggup memperbaiki perangkat ini lebih baik lagi.
Pada akhirnya nanti, beliau berharap sanggup menjual sensor ini kepada seluruh orang yg tinggal di daerah tercemar timbal.
Rao yang bercita-cita sebagai ahli genetika atau ahli epidemiologi ini mengungkapkan kontaminasi timbal menarik baginya karena menggabungkan kedua disiplin ilmu tersebut.
"apabila anda mandi menggunakan air yg tercemar, lalu dengan gampang mendapatkan ruam akan dipelajari sang pakar epidemiologi," katanya.
(Baca pula: Air Langit buat Masyarakat Dunia)
"Dan bila seseorang meminum air tersebut, kemungkinan memiliki anak yang cacat, meskipun kemungkinannya mini ." sambung Rao.
Bagaimana pun, Rao berkata tujuannya dengan perangkat yang diberi nama dewi air Yunani itu adalah buat menjangkau sebesar mungkin orang.
"Saya mempelajari sedikit menurut kedua topik ini karena saya sangat tertarik menggunakan bidang ini," tutur Rao.
"Dan lalu aku menemukan perangkat ini buat membantu menyelamatkan nyawa." tutupnya.
Artikel ini telah pernah tayang di Kompas.com menggunakan judul Gadis 11 Tahun Temukan Cara Deteksi Timbal Berbahaya dalam Air