isi lengkap revisi uu KPK yang melemahkan fungsi KPK
Ada beberapa poin tentang revisi undang-undang KPK yg menuai kritik sebab dievaluasi melamahkan fungsi KPK sebagai lembaga anti korupsi. Salah satu pasal yang sebagai sorotan dalam revisi UU nomor 30 tahun 2018 tentang KPK adalah aturan terkait penuntutan. Dalam naskah akademik yg dibuat tim pengusul PDIP Cs di DPR, wewenang penuntutan KPK dihilangkan dan dikembalikan ke Kejaksaan.
"Kewenangan penuntutan yg selama ini telah sebagai galat satu kewenangan KPK, perlu dihilangkan dan dikembalikan menjadi kewenangan kejaksaan. Hal ini merupakan buat menyatukan fungsi penuntutan pada bawah Kejaksaan RI. Sehingga nantinya kewenangan penuntutan sepenuhnya menjadi wewenang Kejaksaan sebagai forum pemerintah pelaksana kekuasaan negara yang memiliki tugas dan kewenangan di bidang penuntutan," isi naskah akademik revisi UU KPK, laman 52, dikutip merdeka.com, Selasa (13/10).
Namun hilangkan wewenang penyidikan ini dibantah sang anggota Komisi III DPR menurut Fraksi PDIP Arteria Dahlan. Menurut dia, KPK tetap berwenang melakukan penuntutan akan tetapi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan serta Kepolisian.
"Penuntutan permanen penuntutan pada KPK, tapi sinergi dengan kejaksan agung, kenapa kami kasih begitu, lantaran KPK selama ini tidak pernah koordinasi dengan Polisi Republik Indonesia dengan Kejaksaan, KPK bisa rapat dengan DPR tapi sama jaksa serta Polri enggak bisa, mereka sanggup sejalan," istilah Arteria ketika berbincang menggunakan merdeka.com.
Arteria menegaskan, tidak mungkin koordinasi ini sanggup mengganggu penyidikan yg dilakukan oleh KPK. Sebab dari beliau, KPK permanen yg memegang bukti perkara tersebut, kejaksaan hanya koordinasi saja.
"Kalimatnya bersinergi menggunakan penuntut generik, bukti telah, info sudah terdapat, Jaksa enggak mungkin mementahkan, KPK kan dekat dengan publik, begitu nanti dimentahkan sama Kejaksaan kan umumnya KPK teriak," tegas beliau.
Berikut isi naskah akademik revisi UU KPK mengenai kewenangan penuntutan dihapus:
2. Kewenangan Penuntutan.
Kewenangan KPK pada melakukan penuntutan diantaranya diatur pada Pasal 6 ayat c dan pasal 8 ayat (2) UU KPK.
Pasal 6 ayat c: Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Pasal 8 ayat (2): Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang jua mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yg sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Kewenangan penuntutan yang selama ini telah sebagai keliru satu kewenangan KPK, perlu dihilangkan dan dikembalikan menjadi kewenangan kejaksaan. Hal ini adalah buat menyatukan fungsi penuntutan pada bawah Kejaksaan RI. Sehingga nantinya wewenang penuntutan sepenuhnya menjadi kewenangan Kejaksaan sebagai forum pemerintah pelaksana kekuasaan negara yg memiliki tugas serta wewenang pada bidang penuntutan.
Sebagaimana diketahui, eksistensi wewenang penuntutan oleh Kejaksaan pada sistem aturan nasional bisa dicermati berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur secara implisit eksistensi Kejaksaan RI dalam sistem ketatanegaraan, sebagai badan yg terkait menggunakan kekuasaan kehakiman (vide Pasal 24 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 jo. Pasal 41 UU No. 4 Tahun
2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman), menggunakan fungsi yg sangat dominan menjadi penyandang asas dominus litis, pengendali proses perkara yg memilih bisa tidaknya seseorang dinyatakan sebagai terdakwa dan diajukan ke Pengadilan berdasarkan indera bukti yg sah dari Undang-undang, dan sebagai executive ambtenaar pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan dalam kasus pidana.
Pasal 1 butir 13 KUHAP yang menegaskan bahwa Penuntut Umum merupakan Jaksa yg diberi wewenang sang Undang-undang buat melakukan penuntutan.
Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2018 tentang Kejaksaan RI yg menempatkan posisi dan
fungsi kejaksaan dengan karakter khusus dalam sistem ketatanegaraan yaitu menjadi lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara pada bidang penuntutan secara bebas berdasarkan efek kekuasaan pihak manapun.
Bahwa dalam kenyataannya waktu ini terdapat dualisme wewenang penuntutan antara Kejaksaan dan KPK terhadap masalah tindak pidana korupsi. Bahwa konflik tadi terjadi karena masih adanya tumpang tindih konsepsi yg herbi tugas serta wewenang Kejaksaan yaitu Sistem peradilan pidana terpadu yg dianut pada KUHAP menimbulkan pertarungan sehubungan dengan wewenang penuntutan Kejaksaan dan subsistem penegakan aturan lainnya yaitu Kepolisian pada hal penyidikan serta Pengadilan dalam proses peradilan.
Tugas serta kewenangan Kejaksaan RI di bidang penuntutan dapat mengacu pada tugas serta kewenangan sistem penuntutan yang dimiliki sang kejaksaan pada negara-negara lain yang benar-sahih menerapkan asas Dominus Litis secara penuh. Sistem ini dapat diserap pada amandemen KUHAP sehingga perundang-undangan organik sehingga dapat dicapai supremasi aturan pada bidang penuntutan, dimana Kejaksaan diberi kewenangan yg seutuhnya.
Kehadiran KPK selaku superbody di Indonesia menggunakan kewenangan yg sangat luas merupakan telah melampaui batas menjadi badan independen sebagai wahana buat tindakan pencegahan dalam rangka pemberantasan korupsi sinkron yg ditetapkan pada Article 6 United Nations Concention Against Corruption (UNAC), oleh karena itu wewenang penuntutan sang KPK agar dihapuskan sebagai akibatnya kekuasaan penuntutan benar-sahih hanya terdapat pada Kejaksaan.
sumber: //www.merdeka.com/insiden/isi-naskah-akademik-revisi-uu-komisi pemberantasan korupsi-wewenang-penuntutan-dihilangkan.html
"Kewenangan penuntutan yg selama ini telah sebagai galat satu kewenangan KPK, perlu dihilangkan dan dikembalikan menjadi kewenangan kejaksaan. Hal ini merupakan buat menyatukan fungsi penuntutan pada bawah Kejaksaan RI. Sehingga nantinya kewenangan penuntutan sepenuhnya menjadi wewenang Kejaksaan sebagai forum pemerintah pelaksana kekuasaan negara yang memiliki tugas dan kewenangan di bidang penuntutan," isi naskah akademik revisi UU KPK, laman 52, dikutip merdeka.com, Selasa (13/10).
Namun hilangkan wewenang penyidikan ini dibantah sang anggota Komisi III DPR menurut Fraksi PDIP Arteria Dahlan. Menurut dia, KPK tetap berwenang melakukan penuntutan akan tetapi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan serta Kepolisian.
"Penuntutan permanen penuntutan pada KPK, tapi sinergi dengan kejaksan agung, kenapa kami kasih begitu, lantaran KPK selama ini tidak pernah koordinasi dengan Polisi Republik Indonesia dengan Kejaksaan, KPK bisa rapat dengan DPR tapi sama jaksa serta Polri enggak bisa, mereka sanggup sejalan," istilah Arteria ketika berbincang menggunakan merdeka.com.
Arteria menegaskan, tidak mungkin koordinasi ini sanggup mengganggu penyidikan yg dilakukan oleh KPK. Sebab dari beliau, KPK permanen yg memegang bukti perkara tersebut, kejaksaan hanya koordinasi saja.
"Kalimatnya bersinergi menggunakan penuntut generik, bukti telah, info sudah terdapat, Jaksa enggak mungkin mementahkan, KPK kan dekat dengan publik, begitu nanti dimentahkan sama Kejaksaan kan umumnya KPK teriak," tegas beliau.
Berikut isi naskah akademik revisi UU KPK mengenai kewenangan penuntutan dihapus:
2. Kewenangan Penuntutan.
Kewenangan KPK pada melakukan penuntutan diantaranya diatur pada Pasal 6 ayat c dan pasal 8 ayat (2) UU KPK.
Pasal 6 ayat c: Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Pasal 8 ayat (2): Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang jua mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yg sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Kewenangan penuntutan yang selama ini telah sebagai keliru satu kewenangan KPK, perlu dihilangkan dan dikembalikan menjadi kewenangan kejaksaan. Hal ini adalah buat menyatukan fungsi penuntutan pada bawah Kejaksaan RI. Sehingga nantinya wewenang penuntutan sepenuhnya menjadi kewenangan Kejaksaan sebagai forum pemerintah pelaksana kekuasaan negara yg memiliki tugas serta wewenang pada bidang penuntutan.
Sebagaimana diketahui, eksistensi wewenang penuntutan oleh Kejaksaan pada sistem aturan nasional bisa dicermati berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang mengatur secara implisit eksistensi Kejaksaan RI dalam sistem ketatanegaraan, sebagai badan yg terkait menggunakan kekuasaan kehakiman (vide Pasal 24 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 jo. Pasal 41 UU No. 4 Tahun
2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman), menggunakan fungsi yg sangat dominan menjadi penyandang asas dominus litis, pengendali proses perkara yg memilih bisa tidaknya seseorang dinyatakan sebagai terdakwa dan diajukan ke Pengadilan berdasarkan indera bukti yg sah dari Undang-undang, dan sebagai executive ambtenaar pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan dalam kasus pidana.
Pasal 1 butir 13 KUHAP yang menegaskan bahwa Penuntut Umum merupakan Jaksa yg diberi wewenang sang Undang-undang buat melakukan penuntutan.
Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2018 tentang Kejaksaan RI yg menempatkan posisi dan
fungsi kejaksaan dengan karakter khusus dalam sistem ketatanegaraan yaitu menjadi lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara pada bidang penuntutan secara bebas berdasarkan efek kekuasaan pihak manapun.
Bahwa dalam kenyataannya waktu ini terdapat dualisme wewenang penuntutan antara Kejaksaan dan KPK terhadap masalah tindak pidana korupsi. Bahwa konflik tadi terjadi karena masih adanya tumpang tindih konsepsi yg herbi tugas serta wewenang Kejaksaan yaitu Sistem peradilan pidana terpadu yg dianut pada KUHAP menimbulkan pertarungan sehubungan dengan wewenang penuntutan Kejaksaan dan subsistem penegakan aturan lainnya yaitu Kepolisian pada hal penyidikan serta Pengadilan dalam proses peradilan.
Tugas serta kewenangan Kejaksaan RI di bidang penuntutan dapat mengacu pada tugas serta kewenangan sistem penuntutan yang dimiliki sang kejaksaan pada negara-negara lain yang benar-sahih menerapkan asas Dominus Litis secara penuh. Sistem ini dapat diserap pada amandemen KUHAP sehingga perundang-undangan organik sehingga dapat dicapai supremasi aturan pada bidang penuntutan, dimana Kejaksaan diberi kewenangan yg seutuhnya.
Kehadiran KPK selaku superbody di Indonesia menggunakan kewenangan yg sangat luas merupakan telah melampaui batas menjadi badan independen sebagai wahana buat tindakan pencegahan dalam rangka pemberantasan korupsi sinkron yg ditetapkan pada Article 6 United Nations Concention Against Corruption (UNAC), oleh karena itu wewenang penuntutan sang KPK agar dihapuskan sebagai akibatnya kekuasaan penuntutan benar-sahih hanya terdapat pada Kejaksaan.
sumber: //www.merdeka.com/insiden/isi-naskah-akademik-revisi-uu-komisi pemberantasan korupsi-wewenang-penuntutan-dihilangkan.html