Kisah daerah Texas rejang lebong Bengkulu yang Rawan tindak Kriminal
Mencuatnya kasus yuyun membuka mata publik betawa daerah bengkulu khususnya padang ulak tanding rejang lebong begitu rawan tindak kriminal. Derah ini pula populer loka sarangnya para penjahat menggunakan kekerasan. Begal rampok serta pemerasan kerap terjadi pada wilayah ini. Ada satu daerah juga yg sangat terkenal rawan tindak disini, yakni jalur texas. Ini tentu saja jalur protokol lintas sumatera yg banyak dilewati oleh kendaran.
Berikut ini terdapat sebuah cerita menarik menurut akun Pejelajah alam kompasiana, yg sepertinya adalah orang orisinil bengkulu hingga tau seluk beluk wilayah bengkulu. Kenapa daerah ini terkenal menjadi daerah texas yang rawan kriminal. Apa penyebab penduduk disini sangat mengerikan serta tidak takut berbuat jahat.
Saking mengerikan serta rawanya daerah ini, keliru satu orang bengkulu pernah bercerita seperti pada kutip dati kompasiana.com,
Ada kisah, PUT (Padang Ulak Tanding) itu dari mulanya adalah tempat para hulubalang (pendekar kerajaan) zaman Sriwijaya beradu (bertarung) adu ilmu hingga tewas. Jadi apabila terdapat hulubalang yang bertengkar pada masa itu maka akan duel hingga mangkat pada sana. Padang artinya loka bertanding, ulak artinya sedang mengerjakan apa (sedang melakukan), tanding merupakan adu ilmu/keahlian bela diri. Penghuni PUT adalah adonan suku Lembak, Lintang, dan rejang.
Namun lebih mayoritas suku lembak. Jadi memang pada sana merupakan keturunan jawara-jawara kampung yang dekat dengan kekerasan. Seperti kisah texas pada film koboi. Anak bayi laki-laki yang baru lahir pun disisipkan sebilah pisau dikain bajunya sebagai kondisi wajib adat serta akan disimpan sampai dewasa. Jawara-jawara yang adu tanding pada masa itu adalah hulubalang yg dari berdasarkan wilayah Lintang Empat Lawang dan Rejang.
Karena sudah takdirnya hulubalang buat hayati keras menjadi pengawal kerajaan serta pengaman negeri. Budaya yang secara tidak sengaja menjadi turun temurun lantaran karakteristiknya. Ketika terjadi Akulturasi pencampuran budaya melalui perkawinan, yaitu selesainya era kerajaan mulai berkurang hingga ke masa NKRI, para hulubalang ini banyak yang menikah silang menggunakan puteri-puteri menurut kerajaan indrapura sumatera barat.
Dan keturunan inilah cikal bakal suku SEMENDE. Semende berasal menurut kata "SAMANDO" (bahasa minang) adalah "Saudara Besan" . Hasil dari suku semende ini adalah budaya suka merantau orang minang diadopsi sang suku Lintang, Lembak serta Rejang. Menghasilkan budaya baru yang lebih lembut berdasarkan sebelumnya. Mereka mulai menyebar hingga ke Pasemah, Pagar Alam, Lahat, serta hingga ke Kaur dan Padang Guci (dulu Bengkulu Selatan), berkembang terus menjadi suku-suku Melayu baru yaitu melayu serawai.
Lebih dekat menggunakan nilai-nilai keagamaan dan religius. Maka beberapa solusinya adalah : 1. Kawasan PUT diambil alih dijadikan tempat pelatihan militer, latihan perang bagi TNI serta POLRI, dan sanggup dijadikan pembukaan daerah pendidikan buat sumsel dan bengkulu. 2. Padang Ulak Tanding serta zona sekitarnya wajib menjadi percontohan reklamasi budaya sebagai budaya baru yang lebih baik dengan akulturasi melalui transmigrasi lokal dan nasional.
Akun penjelajahalam juga menambahkan, bahwa bukan karena "kemiskinan" (dalam tanda kutip harta). Namun adalah karakter yang tertanam semenjak mini serta sudah turun temurun. Bahwa pada wilayah ini, pergaulan seseorang laki-laki akan sebagai tambah disegani saat populer pernah membunuh, bahkan semakin sering membunuh nilai wibawanya semakin tinggi.
Terlanjur menjadi demam isu tersendiri pada pergaulannya. Ciri spesial jawara-jawara masa lampau ketika belum mengenal hukum negara. Termasuk mencuri serta merampok menjadi hobi tersendiri supaya lebih dikenal sebagai jawara sehingga sanggup menarik simpatik dalam pergaulan. Padahal penjualan output rampokan nilainya nir seberapa. Kecukupan mereka sangat jauh lebih baik menurut nilai output rampokan. Fenomena ini merupakan pembawaan doktrin pergaulan masa kemudian mereka yg terlanjur terbawa hingga kini .
Bila dihitung penduduk PUT yang sahih-benar "Penduduk Asli" disana sebenarnya jumlahnya telah sedikit sekali serta rata-homogen yg asli telah berusia lanjut. Anak-anak mereka telah poly yg merantau dan menetap pada daerah lain termasuk di Kota Bengkulu. Orangnya baik-baik seluruh dan kadang hanya menjawab menggunakan senyum jika ditanya mengenai kampung halamannya.
Masalahnya merupakan poly gerombolan kriminal datang menurut daerah lain yg "hijrah" ke kawasan PUT ini buat berlindung dan melakukan aksinya. Coba dicek data-data berasal kelahiran warga pada sana, niscaya banyak pendatang. Karena beredar fakta kejahatan disana dilindungi (ditutup-tutupi) oleh kepala desa nya. Kriminal pendatang inilah yang telah lama bercokol di PUT dan seolah-olah menjadi rakyat orisinil.
Hijrahnya grup ini telah populer dari tahun 1980/1990-an, sekian puluh tahun di sana berkembanglah generasi yg terdapat sekarang di PUT. Sekitar tahun 2018 ada sahabat aku yg hari pertama dinas menjadi Pengajar SD (CPNS) ditempatkan pada PUT, di hari pertama itu sepeda motornya dirampok pada tanjakan jalan. Lantaran tidak melawan dia selamat, dengan lobi-lobi spesifik melalui ketua desa dan membayar tebusan motornya mampu pulang, hanya bertahan seminggu akhirnya dia mengajukan pindah tugas.
Selanjutnya, akun penjelajah alam balik menambahkan
Memang iya sekitar pertengahan tahun 2018 pasca kerusuhan di Sindang Kelingi, Polda Bengkulu sangat berperan aktif mengatasi perkara di kawasan ini. Tetapi seperti kucing-kucingan, saat aparat mulai longgar, para pelaku yg tadinya "puasa", mulai lagi melancarkan aksinya. Jarak yg cukup panjang sekitar 45 km melintasi tiga Kecamatan (Binduriang, Sindang Kelingi & Padang Ulak Tanding) masih saja terdapat insiden walaupun patroli rutin dilaksanakan.
Banyak trik-trik bagi pelintas yang telah biasa, contohnya menyimpan Nama Kades (atau mantan Kades) eksklusif serta Nomor HP nya diponsel, saat akan dirampok cukup sebut nama orang ini saja, pelaku jadi urung merampok, paling sekedar minta uang rokok. Atau ada yang menggunakan kode-kode eksklusif melalui stiker pada kendaraan beroda empat, kode pengusaha travel yg jua asli orang wilayah ini. Untuk bus-bus luar Kota umumnya sudah ada koneksi tertentu menggunakan "orang kuat" pada wilayah ini agar bus-nya kondusif saat melintas.
daerah texas rejang lebong (jalur curup-lubuk linggau) foto from www.journeytoindonesia.net
Sedangkan buat bus yang belum terdaftar umumnya wajib dengan cara "sopan", misal menutup hordeng kaca bus ketika melintas dan mematikan tape kendaraan beroda empat. Tapi tentu trik-trik itu nir semua orang yang paham. Dan memang seharusnya bukan itu penyelesaiannya. Misal solusi wajib berjalan beriringan (pergerakan) waktu melintas, toh nir mungkin setiap saat orang wajib bepergian menggunakan rombongan, atau menunggu dulu setiap orang yg akan melintas.
Maknanya adalah, ketika perkara ini di pisahkan begitu saja, "NEGARA DIKALAHKAN" ketika ini. Dikalahkan oleh konduite serta budaya yang jelek sang kelakuaan sekelompok orang. Tapi nir mungkin buat mengukur kepribadian setiap orang yang tinggal pada situ, apakah beliau kriminal atau bukan kriminal. AKSI SILANG, pula sebagai modus baru, misal pelaku dari desa A melakukan aksinya pada desa C, sehingga rakyat desa C bisa mengelak buat berpartisipasi mengatasi masalah dengan alasan bukan warganya. Saling "keseganan" antara desa di kawasan ini pula penghambat buat memberdayakan masyarakat menjadi "polisi masyarakat/polmas.
Mereka nir mau saling "tindak" lantaran bisa memicu perang antar desa. Lebih berbahaya lagi. Razia senjata tajam setiap waktu tidak mungkin, karena mereka semua merupakan petani. Toh parang, pisau dan sejenisnya adalah indera pertanian. Pemberlakuan jam malam pula nir bisa diberlakukan, mereka mampu beralasan pulang ke kebun jam 02.00 malam karena memang kebunnya jauh.
Masalahnya terlalu kompleks, kadang lantaran pertalian darah, ada keliru satu sanak famili mereka yg berbuat kejahatan, kemudian ditindak (hingga terdapat yang mangkat "didor" polisi), akhirnya satu keluarga bisa berubah menjadi pelaku baru buat membalaskan dendam keluarganya, yaa pada aparat, serta yaa mungkin pada pelintas yang mereka anggap menjadi musuh. Solusinya adalah meng-eleminir kesempatan dan pintu jalur masuknya insiden kriminalitas itu terjadi.
Sehingga ruang mobilitas mereka semakin mini , serta sedikit demi sedikit konduite kejahatan menjadi sesuatu yang membosankan.
1. Dibuat Jalan Tol spesifik Curup- Lubuk Linggau. Disebut tol spesifik karena sepeda motor jua sanggup lewat Tol ini. Secara perlahan jalan umum yg rawan akan sebagai sepi peminat buat dilintasi. Solusi ini butuh kinerja spesifik menurut pihak-pihak yg berkompeten, DPR RI, DPD, DPRD, Pemprov serta Pemkab yang terkait.
Bila pada tarik garis lurus antara Curup- Lubuk Linggau jelas jarak tempuhnya tidak hingga 45 km. Lantaran medan jalan yang berliku mengitari bukit, jalan generik selama ini terasa jauh.
2. Pembuatan Gerbang Jalan Semi Tol. Solusi ini persiapan sebelum Tol resmi dibuat, yaitu setiap jeda tertentu berdasarkan 45 km tadi (misal setiap per 5 km) dibentuk Gerbang-gerbang seperti gerbang tol. Walaupun tanpa diambil biaya tiket. Gunanya hanya sebatas "pencegat/inspeksi" melalui Kartu Tol (atau seperti kartu tol). Fungsinya seperti pos penjagaan, jadi setiap orang yg melintas tidak mempunyai tiket, jelas orang itu masuk dari "jalan tikus" dan mampu dikenai denda atau tilang.
Jalur-jalur akses keluar jalan kecil (jalan aspal ke perkampungan) pula dibuat pintu gerbang Semi Tol ini. Petugas jaga bisa diberdayakan berdasarkan TNI/Polisi Republik Indonesia dan Dishub. Upaya ini mampu meminimalisir aksi pelaku kejahatan pada daerah ini.
Dan dari penjelajah alam, itu seluruh sanggup terwujut tergantung keseriusan pemerintah, sehabis terungkap masalah Yuyun, akhirnya publik sanggup tahu bahwa telah lama lebih banyak lagi kasus kematian (perampokan) yg terjadi pada daerah ini. Contoh terdapat catatan menurut satu blog rangkuman singkatnya di 2018 yg lalu : //m.radarpena.com/welcome/read/2015/04/29/18576/24/dua/Dikenal-Rawan-Tiap-Hari-Ada-Perampokan- Jadi masuk akal apabila jalur penghubung antara sumsel - bengkulu ini penyebab poly ketertinggalan provinsi bengkulu.
Mujur jalur udara kini telah lebih baik, tapi kegiatan yg terbanyak berpengaruh adalah melalui darat. Semoga seiring program infra struktur yang sedang diprioritaskan oleh pemerintah pusat dan provinsi bisa sekaligus menyelesaikan masalah yg tidak kunjung selesai selama puluhan tahun pada tempat ini.
Solusi pembuatan gerbang (mirip gerbang tol) menjadi pintu inspeksi/pencegatan pada beberapa titik, misal 9 titik (5km/titik) paling menghabiskan dana 1,8 M setiap gerbang membutuhkan biaya 200 juta. Ditambah dana operasional kegiatan petugas penjagaan selama 1 tahun. Tidak terlalu fantastis dana yg diperlukan.
Bisa dengan mudah dilaksanakan jika semua pihak serius buat mengambil solusi, Bbrp waktu lalu pernah heboh, karena yang menjadi korban perampokan adalah istri perwira Tentara Nasional Indonesia. Semua unsur terjun menaruh solusi. Patroli intens dilakukan. Lama kelamaan pula akhirnya juga terlupakan. Kan nir mungkin wajib menunggu lagi korban dari keluarga tokoh pejabat/penguasa berdasarkan negeri ini, baru kemudian perkara ini ditangani dengan serius.
Solusi pada bidang sosial budaya, kemanusiaan serta pendidikan, bisa dengan cara "PEMUTUSAN GENERASI". Maksudnya merupakan tidak terdapat celah pewarisan budaya lama ke generasi baru. Artinya generasi belia yg masih harus sekolah menurut Sekolah Dasar sampai tingkat SMA dibangunkan sekolah yang ber-asrama (di inapkan). Bisa dibangun di kawasan itu atau pada ibukota Kabupaten (curup), sebagai akibatnya putus satu generasi, akan selamatlah generasi berikutnya. Menyelamatkan "calon korban" dan menyelamatkan "calon pelaku".
Langkah-langkah ini sanggup seluruh dilakukan apabila yang "berkompeten" telah mengambil alih dan masuk dalam pemahamannya bahwa kasus ini merupakan masalah yang serius. Tidak perlu menunggu hari ke hari, minggu ke minggu buat membaca koran menghitung jumlah korban. Negara telah menaruh kewenangan "DISKRESI" jika kebijakan yang diambil nantinya belum terdapat payung aturan pelaksanaannya (UU No.30 Tahun 2018 mengenai Administrasi Pemerintahan).
Berharap saja masalah Yuyun ini menjadi "musim politik serta pemerintahan" yg baik supaya setiap pemangku jabatan di negeri ini berlomba mengambil tindakan sempurna, adil dan bijaksana.
Berikut ini terdapat sebuah cerita menarik menurut akun Pejelajah alam kompasiana, yg sepertinya adalah orang orisinil bengkulu hingga tau seluk beluk wilayah bengkulu. Kenapa daerah ini terkenal menjadi daerah texas yang rawan kriminal. Apa penyebab penduduk disini sangat mengerikan serta tidak takut berbuat jahat.
Saking mengerikan serta rawanya daerah ini, keliru satu orang bengkulu pernah bercerita seperti pada kutip dati kompasiana.com,
Seorang sahabat yg punya keluarga di daerah Texas, pernah bertutur, "Kalau kamu masih Sekolah Dasar, ngerengek minta motor, pasti diomeli sama Bapakmu. Tapi pada daerah Texas sini, kalau engkau minta motor, Bapakmu cuma akan menanyakan dua pertanyaan. Satu 'merk apa?', yang ke 2 'rona apa?'. Lalu Bapakmu akan ke kebun sebentar memotong kayu kopi, membawa parang, kemudian tinggal menunggu pada pinggir jalan. Menunggu motor pesananmu melintas. Kalau pengemudinya beruntung ya cuma luka bacok, jikalau sial ya , goodbyee....."
Ada kisah, PUT (Padang Ulak Tanding) itu dari mulanya adalah tempat para hulubalang (pendekar kerajaan) zaman Sriwijaya beradu (bertarung) adu ilmu hingga tewas. Jadi apabila terdapat hulubalang yang bertengkar pada masa itu maka akan duel hingga mangkat pada sana. Padang artinya loka bertanding, ulak artinya sedang mengerjakan apa (sedang melakukan), tanding merupakan adu ilmu/keahlian bela diri. Penghuni PUT adalah adonan suku Lembak, Lintang, dan rejang.
Namun lebih mayoritas suku lembak. Jadi memang pada sana merupakan keturunan jawara-jawara kampung yang dekat dengan kekerasan. Seperti kisah texas pada film koboi. Anak bayi laki-laki yang baru lahir pun disisipkan sebilah pisau dikain bajunya sebagai kondisi wajib adat serta akan disimpan sampai dewasa. Jawara-jawara yang adu tanding pada masa itu adalah hulubalang yg dari berdasarkan wilayah Lintang Empat Lawang dan Rejang.
Karena sudah takdirnya hulubalang buat hayati keras menjadi pengawal kerajaan serta pengaman negeri. Budaya yang secara tidak sengaja menjadi turun temurun lantaran karakteristiknya. Ketika terjadi Akulturasi pencampuran budaya melalui perkawinan, yaitu selesainya era kerajaan mulai berkurang hingga ke masa NKRI, para hulubalang ini banyak yang menikah silang menggunakan puteri-puteri menurut kerajaan indrapura sumatera barat.
Dan keturunan inilah cikal bakal suku SEMENDE. Semende berasal menurut kata "SAMANDO" (bahasa minang) adalah "Saudara Besan" . Hasil dari suku semende ini adalah budaya suka merantau orang minang diadopsi sang suku Lintang, Lembak serta Rejang. Menghasilkan budaya baru yang lebih lembut berdasarkan sebelumnya. Mereka mulai menyebar hingga ke Pasemah, Pagar Alam, Lahat, serta hingga ke Kaur dan Padang Guci (dulu Bengkulu Selatan), berkembang terus menjadi suku-suku Melayu baru yaitu melayu serawai.
Lebih dekat menggunakan nilai-nilai keagamaan dan religius. Maka beberapa solusinya adalah : 1. Kawasan PUT diambil alih dijadikan tempat pelatihan militer, latihan perang bagi TNI serta POLRI, dan sanggup dijadikan pembukaan daerah pendidikan buat sumsel dan bengkulu. 2. Padang Ulak Tanding serta zona sekitarnya wajib menjadi percontohan reklamasi budaya sebagai budaya baru yang lebih baik dengan akulturasi melalui transmigrasi lokal dan nasional.
Akun penjelajahalam juga menambahkan, bahwa bukan karena "kemiskinan" (dalam tanda kutip harta). Namun adalah karakter yang tertanam semenjak mini serta sudah turun temurun. Bahwa pada wilayah ini, pergaulan seseorang laki-laki akan sebagai tambah disegani saat populer pernah membunuh, bahkan semakin sering membunuh nilai wibawanya semakin tinggi.
Terlanjur menjadi demam isu tersendiri pada pergaulannya. Ciri spesial jawara-jawara masa lampau ketika belum mengenal hukum negara. Termasuk mencuri serta merampok menjadi hobi tersendiri supaya lebih dikenal sebagai jawara sehingga sanggup menarik simpatik dalam pergaulan. Padahal penjualan output rampokan nilainya nir seberapa. Kecukupan mereka sangat jauh lebih baik menurut nilai output rampokan. Fenomena ini merupakan pembawaan doktrin pergaulan masa kemudian mereka yg terlanjur terbawa hingga kini .
Bila dihitung penduduk PUT yang sahih-benar "Penduduk Asli" disana sebenarnya jumlahnya telah sedikit sekali serta rata-homogen yg asli telah berusia lanjut. Anak-anak mereka telah poly yg merantau dan menetap pada daerah lain termasuk di Kota Bengkulu. Orangnya baik-baik seluruh dan kadang hanya menjawab menggunakan senyum jika ditanya mengenai kampung halamannya.
Masalahnya merupakan poly gerombolan kriminal datang menurut daerah lain yg "hijrah" ke kawasan PUT ini buat berlindung dan melakukan aksinya. Coba dicek data-data berasal kelahiran warga pada sana, niscaya banyak pendatang. Karena beredar fakta kejahatan disana dilindungi (ditutup-tutupi) oleh kepala desa nya. Kriminal pendatang inilah yang telah lama bercokol di PUT dan seolah-olah menjadi rakyat orisinil.
Hijrahnya grup ini telah populer dari tahun 1980/1990-an, sekian puluh tahun di sana berkembanglah generasi yg terdapat sekarang di PUT. Sekitar tahun 2018 ada sahabat aku yg hari pertama dinas menjadi Pengajar SD (CPNS) ditempatkan pada PUT, di hari pertama itu sepeda motornya dirampok pada tanjakan jalan. Lantaran tidak melawan dia selamat, dengan lobi-lobi spesifik melalui ketua desa dan membayar tebusan motornya mampu pulang, hanya bertahan seminggu akhirnya dia mengajukan pindah tugas.
Selanjutnya, akun penjelajah alam balik menambahkan
Memang iya sekitar pertengahan tahun 2018 pasca kerusuhan di Sindang Kelingi, Polda Bengkulu sangat berperan aktif mengatasi perkara di kawasan ini. Tetapi seperti kucing-kucingan, saat aparat mulai longgar, para pelaku yg tadinya "puasa", mulai lagi melancarkan aksinya. Jarak yg cukup panjang sekitar 45 km melintasi tiga Kecamatan (Binduriang, Sindang Kelingi & Padang Ulak Tanding) masih saja terdapat insiden walaupun patroli rutin dilaksanakan.
Banyak trik-trik bagi pelintas yang telah biasa, contohnya menyimpan Nama Kades (atau mantan Kades) eksklusif serta Nomor HP nya diponsel, saat akan dirampok cukup sebut nama orang ini saja, pelaku jadi urung merampok, paling sekedar minta uang rokok. Atau ada yang menggunakan kode-kode eksklusif melalui stiker pada kendaraan beroda empat, kode pengusaha travel yg jua asli orang wilayah ini. Untuk bus-bus luar Kota umumnya sudah ada koneksi tertentu menggunakan "orang kuat" pada wilayah ini agar bus-nya kondusif saat melintas.
daerah texas rejang lebong (jalur curup-lubuk linggau) foto from www.journeytoindonesia.net
Sedangkan buat bus yang belum terdaftar umumnya wajib dengan cara "sopan", misal menutup hordeng kaca bus ketika melintas dan mematikan tape kendaraan beroda empat. Tapi tentu trik-trik itu nir semua orang yang paham. Dan memang seharusnya bukan itu penyelesaiannya. Misal solusi wajib berjalan beriringan (pergerakan) waktu melintas, toh nir mungkin setiap saat orang wajib bepergian menggunakan rombongan, atau menunggu dulu setiap orang yg akan melintas.
Maknanya adalah, ketika perkara ini di pisahkan begitu saja, "NEGARA DIKALAHKAN" ketika ini. Dikalahkan oleh konduite serta budaya yang jelek sang kelakuaan sekelompok orang. Tapi nir mungkin buat mengukur kepribadian setiap orang yang tinggal pada situ, apakah beliau kriminal atau bukan kriminal. AKSI SILANG, pula sebagai modus baru, misal pelaku dari desa A melakukan aksinya pada desa C, sehingga rakyat desa C bisa mengelak buat berpartisipasi mengatasi masalah dengan alasan bukan warganya. Saling "keseganan" antara desa di kawasan ini pula penghambat buat memberdayakan masyarakat menjadi "polisi masyarakat/polmas.
Mereka nir mau saling "tindak" lantaran bisa memicu perang antar desa. Lebih berbahaya lagi. Razia senjata tajam setiap waktu tidak mungkin, karena mereka semua merupakan petani. Toh parang, pisau dan sejenisnya adalah indera pertanian. Pemberlakuan jam malam pula nir bisa diberlakukan, mereka mampu beralasan pulang ke kebun jam 02.00 malam karena memang kebunnya jauh.
Masalahnya terlalu kompleks, kadang lantaran pertalian darah, ada keliru satu sanak famili mereka yg berbuat kejahatan, kemudian ditindak (hingga terdapat yang mangkat "didor" polisi), akhirnya satu keluarga bisa berubah menjadi pelaku baru buat membalaskan dendam keluarganya, yaa pada aparat, serta yaa mungkin pada pelintas yang mereka anggap menjadi musuh. Solusinya adalah meng-eleminir kesempatan dan pintu jalur masuknya insiden kriminalitas itu terjadi.
Sehingga ruang mobilitas mereka semakin mini , serta sedikit demi sedikit konduite kejahatan menjadi sesuatu yang membosankan.
1. Dibuat Jalan Tol spesifik Curup- Lubuk Linggau. Disebut tol spesifik karena sepeda motor jua sanggup lewat Tol ini. Secara perlahan jalan umum yg rawan akan sebagai sepi peminat buat dilintasi. Solusi ini butuh kinerja spesifik menurut pihak-pihak yg berkompeten, DPR RI, DPD, DPRD, Pemprov serta Pemkab yang terkait.
Bila pada tarik garis lurus antara Curup- Lubuk Linggau jelas jarak tempuhnya tidak hingga 45 km. Lantaran medan jalan yang berliku mengitari bukit, jalan generik selama ini terasa jauh.
2. Pembuatan Gerbang Jalan Semi Tol. Solusi ini persiapan sebelum Tol resmi dibuat, yaitu setiap jeda tertentu berdasarkan 45 km tadi (misal setiap per 5 km) dibentuk Gerbang-gerbang seperti gerbang tol. Walaupun tanpa diambil biaya tiket. Gunanya hanya sebatas "pencegat/inspeksi" melalui Kartu Tol (atau seperti kartu tol). Fungsinya seperti pos penjagaan, jadi setiap orang yg melintas tidak mempunyai tiket, jelas orang itu masuk dari "jalan tikus" dan mampu dikenai denda atau tilang.
Jalur-jalur akses keluar jalan kecil (jalan aspal ke perkampungan) pula dibuat pintu gerbang Semi Tol ini. Petugas jaga bisa diberdayakan berdasarkan TNI/Polisi Republik Indonesia dan Dishub. Upaya ini mampu meminimalisir aksi pelaku kejahatan pada daerah ini.
Dan dari penjelajah alam, itu seluruh sanggup terwujut tergantung keseriusan pemerintah, sehabis terungkap masalah Yuyun, akhirnya publik sanggup tahu bahwa telah lama lebih banyak lagi kasus kematian (perampokan) yg terjadi pada daerah ini. Contoh terdapat catatan menurut satu blog rangkuman singkatnya di 2018 yg lalu : //m.radarpena.com/welcome/read/2015/04/29/18576/24/dua/Dikenal-Rawan-Tiap-Hari-Ada-Perampokan- Jadi masuk akal apabila jalur penghubung antara sumsel - bengkulu ini penyebab poly ketertinggalan provinsi bengkulu.
Mujur jalur udara kini telah lebih baik, tapi kegiatan yg terbanyak berpengaruh adalah melalui darat. Semoga seiring program infra struktur yang sedang diprioritaskan oleh pemerintah pusat dan provinsi bisa sekaligus menyelesaikan masalah yg tidak kunjung selesai selama puluhan tahun pada tempat ini.
Solusi pembuatan gerbang (mirip gerbang tol) menjadi pintu inspeksi/pencegatan pada beberapa titik, misal 9 titik (5km/titik) paling menghabiskan dana 1,8 M setiap gerbang membutuhkan biaya 200 juta. Ditambah dana operasional kegiatan petugas penjagaan selama 1 tahun. Tidak terlalu fantastis dana yg diperlukan.
Bisa dengan mudah dilaksanakan jika semua pihak serius buat mengambil solusi, Bbrp waktu lalu pernah heboh, karena yang menjadi korban perampokan adalah istri perwira Tentara Nasional Indonesia. Semua unsur terjun menaruh solusi. Patroli intens dilakukan. Lama kelamaan pula akhirnya juga terlupakan. Kan nir mungkin wajib menunggu lagi korban dari keluarga tokoh pejabat/penguasa berdasarkan negeri ini, baru kemudian perkara ini ditangani dengan serius.
Solusi pada bidang sosial budaya, kemanusiaan serta pendidikan, bisa dengan cara "PEMUTUSAN GENERASI". Maksudnya merupakan tidak terdapat celah pewarisan budaya lama ke generasi baru. Artinya generasi belia yg masih harus sekolah menurut Sekolah Dasar sampai tingkat SMA dibangunkan sekolah yang ber-asrama (di inapkan). Bisa dibangun di kawasan itu atau pada ibukota Kabupaten (curup), sebagai akibatnya putus satu generasi, akan selamatlah generasi berikutnya. Menyelamatkan "calon korban" dan menyelamatkan "calon pelaku".
Langkah-langkah ini sanggup seluruh dilakukan apabila yang "berkompeten" telah mengambil alih dan masuk dalam pemahamannya bahwa kasus ini merupakan masalah yang serius. Tidak perlu menunggu hari ke hari, minggu ke minggu buat membaca koran menghitung jumlah korban. Negara telah menaruh kewenangan "DISKRESI" jika kebijakan yang diambil nantinya belum terdapat payung aturan pelaksanaannya (UU No.30 Tahun 2018 mengenai Administrasi Pemerintahan).
Berharap saja masalah Yuyun ini menjadi "musim politik serta pemerintahan" yg baik supaya setiap pemangku jabatan di negeri ini berlomba mengambil tindakan sempurna, adil dan bijaksana.