Mengenal Farwiza Farhan Sosok Aktivis Lingkungan Hidup asal Aceh
Tahukah anda bahwa indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat deforestasi (pengrusakan hutan) tertinggi pada global? Banyaknya pembukaan serta pembakaran huma membuahkan Indonesia semakin hari semakin kehilangan keanekaragaman biologi menggunakan jumlah yg sangat besar
Setidaknya hal ini perlu menjadi dasar pengetahuan kita sebelum kita berkenalan dengan sosok wanita membanggakan uang satu ini, yang merupakan seorang pejuang dan aktivis lingkungan yg hingga sekarang masih berjuang memperttahankan hutan khususnya di kawasan ekosistem leuser di aceh.
Setidaknya hal ini perlu menjadi dasar pengetahuan kita sebelum kita berkenalan dengan sosok wanita membanggakan uang satu ini, yang merupakan seorang pejuang dan aktivis lingkungan yg hingga sekarang masih berjuang memperttahankan hutan khususnya di kawasan ekosistem leuser di aceh.
Dialah Farwiza Farhan, aktivis lingkungan berasal Aceh. Mungkin poly diantara anda yang belum tahu, tapi apabila anda pernah mengikuti fakta tentang ketika Leonardo di Caprio waktu tiba ke tempat Ekosistem Leuser di aceh, niscaya anda pernah ingat sosok perempuan yang mendampingi Leonardo pada Caprio ketika kunjungannya pada beberapa foto yang tersebar pada sosial media kan? Ya, dialah Farwiza Farhan. Nah buat anda yang belum kenal dalam artikel kali ini kita akan membahas sosok Farwiza Farhan,
1. Berjuang tanpa poly ribut
Tahukah anda, meski bagi warga umum pada umumnya nama Farwizsa Farhan kurang familiar, akan tetapi si aktivis andal yang pula PhD candidate dari Radbound University Nijmegen, Belanda ini merupakan aktivis lingkungan yg berjuang pada misi nyelamatin lingkungan ekosistem Leuser di Aceh sana. Bahkan wanita yg akrab disapa Wiza ini belum usang ini berhasil menerima Whitley Awards, sebuah penghargaan yg ditunjukkan bagi aktivis lingkungan pada dunia. Penghargaan ini diikuti sang 130 kandidat dari semua dunia yg aktif berkiprah pada bidang lingkungan. Wiza dipilih selain lantaran konsistensinya berkontribusi ‘hijau’ melalui organisasinya, akan tetapi juga atas aksinya mewujudkan Gerakan Aceh Menggugat (GERAM) yg meminta Menteri Dalam Negeri membatalkan Qanun rencana rapikan ruang daerah Aceh pada Januari kemudian.
Sebenarnya walaupun yang menerima Whitley Awards itu aku , akan tetapi ini mewakili yg lain yg jua berjuang demi lingkungan. - Farwiza Farhan
2. Kembali buat berkarya di tanah kelahiran
Wiza sempat bekerja pada Australia. Tetapi ketenangan di profesi lamanya tidak menyurutkan langkahnya buat mampu berkarya di tanah kelahirannya sendiri. Wiza pun kian mantap berkarya buat melindungi kawasan ekosistem Leuser karena ini tempat satu-satunya dimana orang utan, harimau, gajah , badak serta sekelompok mamalia yang terancam punah hidup pada habitat yg sama Gan. Alasan ini beserta keindahan daerah ekosistem Leuser ini lah yang makin memantapkan pilihan Wiza balik berkarya pada tanah kelahirannya. Sempat berjuang bersama-sama menggunakan rekan-rekan pada Badan Pengelola Ekosistem Leuser, sebuah badan pemerintah yg mengelola ekosistem Leuser namun saat terhenti Wiza akhirnya membangun HAkA, sebuah forum swadaya masyarakat yg memiliki misi menjaga kelestarian hutan pada Aceh. Bersama beberapa rekannya.
Pekerjaan aku pada Australia itu jauh lebih mudah dengan penghasilan yang jauh lebih akbar. Tapi ketika saya pulang serta melakukan sesuatu buat wilayah kelahiran, orang tua aku bilang itu itu jadi pilihan. Dan mereka menurut dulu selalu berkata lakukan apa pun yang engkau ingin lakukan, jadilah siapa pun yg engkau mau, jangan pernah dipaksa buat jadi insinyur,doktor atau apapun. - Farwiza Farhan
3. Punya kepedulian ekstra pada lingkungan
Tau gak sih Gan, kecintaan Wiza terhadap lingkungan diawali terhadap kecintaanya dalam bahari di Pulau Weh. Namun melihat kerusakan terumbu karang yg kian parah, beliau merasa harus melakukan sesuatu buat mengubah keadaan. Meski pesimis tidak mampu menyelamatkan bahari, Wiza akhirnya beralih pada informasi pengelolaan hutan. Kenapa kita wajib perduli kepada lingkungan? Wiza melihat bahwa pada akhirnya lingkungan itu erat sama apa yg terjadi pada rakyat dan itu sebabnya kita semua harus perduli dengan lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan tak hanya merugikan anak cucu akan tetapi juga perekonomian rakyat kita Gan. Ini juga yang Wiza berusaha perjuangkan supaya kepedulian terhadap lingkungan mampu dimasukkan pada kebijakan serta diimpelementasikan pada kebijakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau suatu area di hulu hutannya ditebang maka itu akan mengakibatkan kebanjiran parah. Tahun 2018 pernah terjadi banjir bandang di Tamiang misalnya. Waktu itu terjadi banjir bandang yg pada satu minggu kerugiannya sama menggunakan budget APBD 1 tahun. Kebayang gak. Betapa rusaknya ekonomi karena rusaknya lingkungan. - Farwiza Farhan
4. Tetap berjuang meski ada ancaman
Namanya aktivis niscaya tidak tanggal menurut yang namanya tekanan-tekanan pihak tertentu. Tentu ini adalah hal yang sangat lumrah. Menjadi seorang aktivis berarti mengharuskan orang buat berani melawan pihak-pihak terkait buat memperjuangkan suatu hal. Wiza jua tak luput menurut ancaman tadi. Meskipun menurutnya ancaman yang dia hadapi tak sebanding dengan ancaman yang wajib dihadapi aktivis lingkungan lain yang bekerja di daerah-wilayah seperti Riau dan Kalimantan.
Ancaman itu terdapat aja. Tapi nisbi.. Sejauh ini sih saya baik baik aja. Ya, itu kadang-kadang aktivis lingkungan lain yang bekerja pada daerah wilayah kayak riau dan kalimantan dan mungkin menghadapi ancaman yang jauh lebih akbar menurut saya. Jadi pengalaman aku masih kecil banget dibanding mereka. - Farwiza Farhan
***
Well itulah beberapa informasi menarik yg perlu kamu memahami dari sosok si aktivis manis ini. Keren ya bisa jadi seorang aktivis yg sanggup ngebantu proteksi lingkungan kita. Punya kecintaan alam serta pengen jadi aktivis lingkungan ?
Gak sanggup jadi aktivis kalau engkau benci dengan pekerjaan kamu. Kalau engkau mencintai pekerjaan kamu pasti semangat. Kebayang dong jikalau kerja di suatu tempat yang kamu benci, you hate the job, you only looking forward to the weekend.seorang aktivis gak kayak gitu. Karena aktivis itu akan kerja siang malam gak kerasa. That's what we do. They have their goal and they go for that. Gak perduli dimana lokasi kerjanya. Jadi gak butuh yg namanya pengorbanan lantaran ini itu sebuah kemewahan. - Farwiza Farhan
Untuk bisa melindungi lingkungan kita memang nir harus menunggu untuk jadi seseorang aktivis lingkungan terlebih dabhulu. Kamu pula bisa menyelamatkan lingkungan pada kehidupan sehari-harimu. Inin beberapa quote atau saran menurut farwiza farhan.,
Perubahan itu terjadi menurut self awareness. Ketika kita menyadari jalan yang kita lakukan itu adaimpact-nya kita mungkin akan melakukannya. Begitu kita menghambat lingkungan ada imbas pengaruh ekonomi yang terjadi lalu yang harus kita bayar pulang itu semua. Self awareness itu krusial, mendididik diri sendiri mengenai apa yang perlu kita lakukan itu adalah jalan terbaik buat menyelamatkan alam. Kalau kita tau apa impak mini misalnya contohnya dalam memilih minum pake gelas atau ngambil botol mineral plastik. Pake plastik gak pake plastik. Itu hal yg sangat mini akan tetapi terdapat dampaknya. - Farwiza Farhan
Farwiza Farhan telah menunjukan kepedulian terhadap lingkungan, lalu bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita lakukan buat lingkungan? Yuk mulai bikin norma baik buat lingkungan berdasarkan sekarang demi masa depan anak cucu kita..
Profil Farwiza Farhan
Sejak kecil, Wiza didukung penuh buat terus menuntut ilmu dan menyebarkan diri. Lahir pada Aceh, beliau tumbuh pada keluarga akademisi yg moderat. Ayahnya dosen farmakologi dan mantan anggota DPR, ad interim ibunya dosen teknik kimia. Bersama empat saudaranya, dia dibiasakan hayati tidak hiperbola.
Di masa remaja, waktu konsumerisme mulai menyapa lewat peer pressure, dia sempat protes pada ayahnya agar dibelikan motor, meski waktu itu teman-temannya sudah pamer mobil ke sekolah. Tetapi, ayahnya hanya mengatakan, “Jangan sampai hanya lantaran kamu ingin mobil, keluarga kita hancur lantaran terjerat skandal korupsi.” Wiza tersenyum mengingat-ingat kembali masa itu.
Ayahnya jua pria feminis. Suatu kali ayahnya bilang, “Wanita kadang-kadang berada di posisi yg kurang beruntung. Dia pindah dari rumah orang tuanya ke rumah suaminya. Seolah tidak pernah mempunyai dirinya sendiri.” Wiza dan 3 saudara perempuannya (satu lagi pria) terus didorong buat belajar dengan tinggi-tingginya. “Ayah nir ingin kalian terjebak sang keadaan dan nir punya pilihan,” demikian pesan oleh ayah yg terus dipegang erat oleh Wiza.
Kesederhanaan dan kejujuran menjadi bekalnya merantau ke negeri orang. Setelah meraih gelar sarjana, beliau melanjutkan studi master hayati kelautan pada Melbourne, Australia. Saat itulah, dia magang pada sebuah badan riset lingkungan. Tugasnya, menganalisis output sebuah teknologi yg dianggap baik buat perubahan iklim, meski beliau tahu bahwa klaim itu tidak sepenuhnya sahih.
Hidupnya nyaman dengan gaji akbar. Di awal, beliau sempat menikmati kemapanan itu. Tapi, nuraninya menyampaikan lain. “Saya merasa misalnya membohongi diri sendiri.” Ia pun tidak ingin berlama-lama . Begitu studi masternya terselesaikan, ia pribadi kembali ke tanah air dan meninggalkan pekerjaan magangnya.
Saat masih SMU, dia jatuh cinta dalam dunia bawah bahari di Pulau Weh, Sabang. Begitu ia kembali lagi lima belas tahun lalu buat liburan, banyak hal berubah. Ia bertemu menggunakan tim Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) serta ditawari buat bergabung menggunakan tim riset. Inilah titik awal perjuangannya buat KEL.
“Jika ingin bekerja melindungi KEL, aku harus tahu pasti apa yang dia lindungi. Saya jatuh cinta pada Kawasan Ekosistem Leuser. Saya mencintai tempat yang ingin saya lindungi. Dan pada akhirnya, kita melakukan sesuatu memang lantaran cinta.”
Kerja perlindungan memang identik menggunakan pekerjaan macho. Waktu kerjanya panjang serta harus poly turun ke lapangan. Belum lagi saat harus menghadapi tekanan waktu terdapat masalah lingkungan. Beberapa tahun lalu contohnya, waktu Kementerian Lingkungan Hidup menggugat beberapa perusahaan lantaran pembakaran hutan di Aceh, Wiza bolak-pulang ke pengadilan buat bersaksi. Ada oknum-oknum yg tiba ke tempat tinggal , mencari keluarganya, menunjukkan uang dan meminta ia supaya tidak bersaksi.
“Tentu saya sempat ciut pula. Saya berpikir ulang. Apakah seluruh ini sepadan dengan kepuasan yang aku dapatkan? Saya dianugerahi poly pilihan buat berkarier pada poly negara. Tapi, inilah pilihan aku .”
Tim HaKA yang ramping dengan tugas seabrek mau tidak mau menuntut perhatian penuh berdasarkan semua anggotanya. Ia bersyukur mampu bekerja menggunakan tim yg berdedikasi tinggi. Salah satunya, Rudi Putra, Conservation Manager HaKA, yg pula peraih Goldman Prize 2018, penghargaan bergengsi yg tak jarang disebut Oscar buat para pejuang lingkungan. Yang tidak kalah menarik, pos-pos penting pada HaKA diisi sang wanita yang berpendidikan tinggi. Termasuk Wiza yg sekarang merupakan PhD Candidate pada Radboud University Nijmegen, Nijmegen, Belanda. Ia mendalami cultural anthropology & development studies.
Ia memilih studi antropologi untuk lebih memahami masalah rakyat sebagai pendekatan menuju perubahan kebijakan publik. Para birokrat penghasil regulasi nir banyak yg mempunyai pemahaman yg baik mengenai pengelolaan hutan serta bahari. “Bayangkan, tanpa pemahaman, mereka mencoba mengatur hutan serta laut. Mau jadi apa? Ibaratnya, seorang laki-laki mencoba meregulasi tubuh wanita, padahal beliau nir paham dengan siklus menstruasi serta fluktuasi mood kita,” ujarnya, tegas.
Kebakaran hutan sangat berhubungan dengan kesejahteraan warga . Hutan gundul akan membuat ekonomi suatu negara kolaps. Ia mencontohkan Haiti yang sangat miskin, padahal Republik Dominika yang notabene satu pulau akan tetapi alamnya masih hijau, bisa sangat sejahtera. Perlindungan hutan itu harusnya kita lakukan beserta.
Kunjungan Leonardo DiCaprio ke Kawasan Ekosistem Leuser sebagai bonus bagi tim HaKA. Leo meminjamkan popularitasnya buat informasi-info penting, seperti perubahan iklim. Wiza melihat Leo memang sangat peduli serta nrimo ingin menyelamatkan lingkungan. Ia mengutip ucapan Leo, “Isu penyelamatan lingkungan wajib sebagai sesuatu yang mainstream, lantaran tiap orang berutang dalam planet ini. Tanpa planet yang sehat, kita takkan mampu bertahan.”
Saat warga telah sadar menggunakan apa yang terjadi pada alam, mereka akan sebagai pahlawan buat diri mereka sendiri. Meraih penghargaan adalah insentif lain bagi perjuangan mereka. Sebab, masih banyak yang belum paham mengapa kita wajib menolak pembukaan lahan untuk kebun sawit. “Mungkin saja kita merasa nir membunuh harimau sumatra, dan tidak membeli produk dari kulit harimau. Tapi, kita tiap hari membeli minyak sayur menurut kelapa sawit yg membunuh habitatnya,” tegas Wiza.
Jadi, apa yg membuat dia bertahan menjadi pekerja perlindungan? “It’s love for the place, love for the people,” katanya ringan. Ia merasa beruntung pekerjaannya memberi kesempatan untuk terus bepergian, sebagai akibatnya nir terdapat istilah bosan dalam kamusnya. Di antara kesibukannya, beliau menikmati ketika dengan cara sederhana, namun merupakan sepotong kemewahan bagi para pekerja urban, yaitu menikmati senja pada pantai Aceh yang indah.
“Ini hidup yang menyenangkan. Dari tempat tinggal aku , cukup 20 mnt ke pantai. Mau hiking ke bukit yg terdapat air terjun pun dekat. I’m in a perpetual holiday,” pungkasnya tersenyum, menutup pembicaraan.
akun sosial farwiza farhan
referensi:
-//www.femina.co.id/profile/farwiza-farhan-sekolah-tinggi-demi-perlindungan-
-//www.kaskus.co.id/thread/580729ea642eb68a6f8b456d/4-hal-ini-yang-bikin-indonesia-bangga-punya-farwiza-farhan/