MODEL PEMBELAJARAN KONTEKTUAL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERBARU

HAKIKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu pengajar mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi global nyata murid serta mendorong siswa membuat interaksi antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya pada kehidupan mereka se­hari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Ques­tionin,g), mencmukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Conzmunity), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

LIMA ELEMEN BELAJAR YANG KONSTRUKTIVISTIK

Menurut Zahorik (1995:14-22) terdapat 5 elemen yang harus dperhatkan pada praktek pembelajaran konstektuali
  1. Pengaktifan pengetahuan yang telah ada (activating knowledge).
  2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mengusut secara holistik dulu, lalu mem­perhatikan detailnya.
  3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu menggunakan cara menyusun (1) konsep ad interim (hipotesis), (dua) melakukan sharing kepada orang lain agar menerima tanggapan (validasi) serta atas dasar tanggapan itu (tiga) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
  4. Mempraktekkan pengetahuan serta pengalaman tadi (applying knowledge).
  5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap taktik pengembangan pengetahuan tersebut.
===========================================


===========================================
PENERAPAN PEN DEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS
Pendekatan CTL mempunyai tujuh komponen primer, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL bila menerapkan ke 7 kom­ponen tadi dalam pembelajarannya. Dan, buat melaksana­kan hal itu nir sulit! CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, serta kelas yg bagaimanapun keadaannya.

Penerapan CTL dalam kelas cukup gampang. Secara garis besar , langkahnya adalah berikut ini.
  1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih ber­makna menggunakan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru­nya!
  2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri buat semua topik!
  3. Kembangkan sifat ingin tahu anak didik dengan bertanya!
  4. Ciptakan `rakyat belajar' (belajar dalam kelompok­grup)!
  5. Hadirkan `model' sebagai model pembelajaran!
  6. Lakukan refleksi pada akhir rendezvous!
  7. Lakukan evaluasi yg sebenarnya menggunakan aneka macam cara!
TUJUH KOMPONEN CTL
1.konsTRUKTIVISME
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yg hasilnya didtperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), serta tidak sekonyong-konyong.pengetahuan bukanlah seperangkat informasi­liputan, konsep, atau kaidah yg slap buat diambil dan diingat. Manusia wajib mengkonstruksi pengetahuan itu serta memberi makna melalui pengalaman konkret.

Siswa perlu dibiasakan buat memecahkan masalah, menemu­kan sesuatu yang berguna bagi dirinya, serta bergelut menggunakan wangsit­ilham. Pengajar tidak akan mampu memberikan seluruh pengetahuan kepada anak didik. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan pada benak mereka sendiri. Esensi menurut teori konstruktivis merupakan pandangan baru bahwa anak didik wajib menemukan serta mentransformasikan suatu warta kompleks ke situasi lain, serta bila dikehendaki, in­formasi itu sebagai milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu, pembelajaran wajib dikemas sebagai proses `mengkonstruksi' bukan `menerima' pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa menciptakan sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif pada proses belajar dan mengajar. Siswa sebagai pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan berpikir konstruktivisme agak tidak sinkron dengan pandangan kaum objektivis, yg lebih menekankan dalam hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, `strategi mem­peroleh' lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh serta mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas pengajar merupakan menfasilitasi proses tersebut dengan:
(1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan murid menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan anak didik agar menerapkan strategi mereka sendiri pada belajar. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang sema­kin dalam serta semakin bertenaga jika selalu diuji menggunakan pengalaman baru.menurut Piaget, manusia mempunyai struktur pengetahuan dalam otaknya, misalnya kotak-kotak yg masing-ma­sing berisi informasi bermakna yg tidak selaras­beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai bhineka sang masing­masing individu serta disimpan pada kotak yg tidak sama. Setiap pengalaman baru dihubungkan menggunakan pengalaman-pangalaman sebelumnya

Duduk, berdiri, berjalan kesana kemari, mengamati, bertanya jawab & bekerja adalah ciri kelas CTL bungkan dengan kotak-kotak (struktur pengetahuan) pada otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak insan melalui 2 cara, yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibentuk atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang telah terdapat. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang telah terdapat dimodifikasi untuk menampung serta menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman baru.

Lalu, bagaimanakah penerapannya pada kelas? Bagaimanakah cara merealisasikannya dalam kelas-kelas pada sekoilah kilta.  Pada umumnya kita jua sudah menerapkan filosofi ini pada pembelajaran sehari-hari, yaitu waktu kita merancang pembelajaran pada bentuk murid bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, membentuk ide, serta sebagainya.mari kita kembangkan cara-cara tersebut lebih poly serta lebih poly lagi!

2.meneMUKAN (INQUIRY)
Menemukan merupakan bagian inti dari aktivitas pembela­jaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh anak didik dibutuhkan bukan output mengingat seperangkat kabar-keterangan, namun output menurut menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang aktivitas yang merujuk dalam aktivitas menemukan, apapun materi yg diajarkannya. Topik mengenai adanya 2 jenis hewan rnelata, telah seharusnya ditemukan sendiri sang anak didik, bukan `dari kitab '.
Siklus inkuiri:
o Observasi (Observation)
o Bertanya (Questioning)
o Mengajukan dugaan (Hiphotesis)
o Pengumpulan data (Data gathering)
o Penyimpulan (Conclussion)

Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiri itu bias diterapkan? Jawabannya, tentu "Tidak!". Inkuiri dapat diterapkan dalam semua bidang studi: bahasa Indonesia (menemukan cara menulis paragraph deskripsi yang indah); IPS (menciptakan sendiri bagan silsilah ra)*a-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baik dan perilaku buruk menjadi masyarakat Negara). Kata kunci berdasarkan taktik unkuiri merupakan `siswa menemukan sendiri'.
Langkah-langkah aktivitas menemukan (inkuiri):
(1)Merumuskah kasus (dalam matapelajaran apapun)
ØBagaimanakah silsilah raja-raja Majapahit? (sejarah)
ØBagaimanakah cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar pada tepi pantai Kendari? (bahasa Indonesia)?
Ø Ada berapa jenis flora menurut bentuk bijinya? (biologi)
ØKota mana saja yang termasuk kota akbar di Indonesia? (geografi)
(dua)Mengamati atau melakukan observasi
Ø Membaca buku atau asal lain buat mendapatkan liputan pendukung.
ØMengamati clan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya berdasarkan asal atau objek yg diamati
(3)Menganalisis dan menyajikan output pada tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, clan karya lainnya
ØSiswa membuat peta kota-kota besar sendiri
Ø Siswa membuat paragraf pelukisan sendiri.
ØSiswa membuat bagan silsilah raja-raja Majapahit sendiri
Ø Siswa menciptakan penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri.
ØSiswa menciptakan essai atau usulan kepada Pemerintah tentang banyak sekali perkara di wilayahnya sendiri. Dst.
(4)Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, sahabat sekelas, guru, atau audien yg lain
ØKarya anak didik disampaikan sahabat sekelas atau pada orang banyak buat menerima masukan
ØBertanya jawab menggunakan teman
Ø Memunculkan pandangan baru-ide baru
Ø Melakukan refleksi
ØMenempelkan gambar, karya tulis, peta, serta sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah, dsb.

3.bertANYA ( QUESTlONlNGj
Pengetahuan yang dimiliki seorang, selalu bermula dari `bertanya'. Sebelum memahami kota Palu, seseor ng bertanya "Mana arah ke kota Palu?" Questioning (bertanya) merupakaan strategi
Bertanya dipandang menjadi aktivitas guru buat mendorong, membimbing, dan menilai akal budi siswa.
Karya siswa pada pajang di dinding-dinding, lorong-lorong, dan dimana saja pada sekolah Pada seluruh kegiatan belajar, questioning bisa diterapkan: antara anak didik menggunakan anak didik, antara guru dengan anak didik, antara murid menggunakan guru, antara siswa dengan orang lain yg didatangkan ke kelas, dsb primer pembelajaran yg berbasis CTL. Bertanya dalam pem­belajaran ditinjau menjadi aktivitas guru buat mendorong, membimbing, dan menilai kepandaian anak didik. Bagi murid, aktivitas bertanya merupakan bagian penting dalam melaksana­kan pembelajaran yg berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yg telah diketahui, dan mengarahkan perhatian dalam aspek yg belum diketahuinya.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, aktivitas bertanya bermanfaat untuk
(1)  menggali fakta, balk administrasi juga akademis
(dua) mengecek pemahaman siswa
(tiga)membangkitkan respon kepada siswa
(4)mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa
(lima)mengetahui hal-hal yg telah diketahui siwa
(6)menfokuskan perhatian anak didik pada sesuatu yg dikehendaki guru
(7) untuk membangkitkan lebih poly lagi pertanyaan berdasarkan murid untuk menyegarkan balik pengetahuan murid.

Bagaimanakah penerapannya di kelas? Hampir dalam semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan: antara anak didik dengan anak didik, antara pengajar menggunakan anak didik, antara murid menggunakan guru, antara siswa menggunakan orang lain yg didatangkan ke kelas, dsb. Aktivitas bertanya pula ditemukan waktu murid berdiskusi, bekerja dalam grup, waktu menemui kesulitan, saat mengamati, dsb. Kegiatan-aktivitas itu akan me-numbuhkan dorongan untuk `bertanya'.


Dalam kelas CTL, pengajar disarankan selalu melaksanakan pembelajaran pada kelompok-grup belajar.

4.masyARAKAT BELAJAR (LEARNING COMMUNITY)
Konsep learning community menyarankan agar output pembe­lajaran diperoleh menurut kerjasama menggunakan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pinsil dengan peraut elektronik, dia ber­tanya kepada temannya "Bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku !" Lalu temannya yang sudah biasa, memberitahuakn cara meng­operasikan alat itu. Maka, 2 orang anak itu sudah membentuk masyarakat-belajar (learning community).

Hasil belajar diperoleh berdasarkan `sharing' antara sahabat, antar gerombolan , dan antara yang memahami ke yg belum tahu. Di ruang ini, pada kelas ini, di lebih kurang sini, jua orang-orang yang ada di luar sana, seluruh merupakan anggota warga -belajar.

Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pem­belajaran pada grup-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam grup-grup yang anggotanya hiterogen. Yang pintar mengajari yg lemah, yang tahu memberi tahu yg belum tahu, yg cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, serta seterusnya. Kelom­pok siswa sanggup sangat bervariasi bentuknya, balk keanggotaan, jumlah, bahkan mampu melibatkan anak didik di kelas atasnya, atau pengajar melakukan kerja sama dengan mendatangkan seseorang `ahli' ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu, teknisi personal komputer , tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.

"Masyarakat-belajar" mampu terjadi jika terdapat proses komunikasi dua arah. "Seorang pengajar yang menga)ari siswanya" bukan contoh masyarakat­belajar lantaran komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu liputan hanya tiba berdasarkan guru ke arah anak didik, nir ada arus keterangan yg perlu dipelajari guru yg datang dari arah murid. Dalam model ini yang belajar hanya murid bukan pengajar. Dalam warga belajar, 2 kelompok (atau lebih) yg terlibat dalam komunikasi pem­belajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat pada kegiatan rakyat belajar memberi kabar yang dibutuhkan sang sahabat bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yg dibutuhkan menurut sahabat belajarnya.
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yg mayoritas pada komunikasi, nir terdapat pihak yg merasa segan untuk bertanya, tidak terdapat pihak yg menduga paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain mempunyai pengetahuan, penga­page, atau ketrampilan yang tidak sama yang perlu dipelajari.

Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa sebagai asal belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya menggunakan pengetahuan serta pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik "learning community" ini sangat membantu proses pembelajaran pada kelas. Prakteknya pada pembelajaran terwujud dalam
ØPembentukan gerombolan kecil
ØPembentukan grup besar
ØMendatangkan `ahli' ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb.)
Ø Bekerja dengan kelas sederajat
ØBekerja grup menggunakan kelas pada atasnya
Ø Bekerja dengan masyarakat

Dalam sebuah pembelajaran selalu terdapat contoh yang sanggup ditiru. Pengajar memberi model mengenai- bagaimana cara belajar'.

5.pemoDELAN (MODELlNG)
Komponen CTL selanjutnya merupakan pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan ter­tentu, ada contoh yg mampu ditiru. Model itu sanggup berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggeris, dan se­bagainya. Atau, pengajar memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi contoh mengenai `bagaimana cara belajar'.

Guru bisa memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan istilah kunci pada bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci pada bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Ketika pengajar mendemontrasikan cara membaca cepat tadi, siswa mengamati pengajar membaca dan membolak-kembali teks. Gerak mata pengajar dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian primer murid. Dengan begitu murid memahami bagaimana mobilitas mata yg efektif dalam melakukan scanning. Kata kunci yg ditemukan guru disampaikan kepada anak didik sebagai hasil kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci secara cepat. Secara sederhana, kegiatan itu diklaim pemodelan. Artinya, ada contoh yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus itu, guru menjadi contoh.

Dalam pendekatan CTL, pengajar bukan satu-satunya contoh. Model bisa dibuat menggunakan melibatkan anak didik. Seorang murid sanggup ditunjuk untuk memberi model temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada murid yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggeris, murid itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa `contoh' tadi dikatakan sebagai model. Siswa lain bisa menggunakan contoh tadi menjadi `standar' kompetensi yang wajib dicapainya.

Model juga dapat didatangkan berdasarkan luar. Seorang penutur orisinil ber-bahasa Inggeris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas buat men-jadi `contoh' cara berujar, cara bertutur istilah, gerak tubuh saat berbicara, dan sebagainya.
Bagaimanakah model praktek pemodelan pada kelas?
ØGuru olah raga memberi contoh berenang gaya kupu-kupu pada hadapan siswa
ØGuru PPKN mendatangkan seseorang veteran kemerdekaan ke kelas, kemudian murid diminta bertanya jawab menggunakan tokoh itu
ØGuru geografi memperlihatkan peta jadi yang bisa digunakan menjadi contoh murid pada merancang peta daerahnya
ØGuru hayati mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan
ØGuru bahasa Indonesia menunjukkan teks liputan berdasarkan Harian Kompas, Jawa Pos, dsb. Menjadi model pembuatan kabar. • Guru kerajinan mendatangkan `model' tukang kayu ke kelas, lalu memintanya buat bekerja menggunakan peralatannya, se­mentara anak didik menirunya.

6.reflEKSI ( REFLECTlON)
Refleksi pula bagian krusial pada pembela) aran dengan pendekatan CTL. Refleksi merupakan cara berpikir mengenai apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yg telah kita lakukan pada masa yg lalu. Siswa mengendapkan apa yg baru dipelajarinya menjadi struktur pengetahuan yg baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi adalah respon terhadap peristiwa, aktivitas, atau pengetahuan yg baru diterima. Misalnya, saat pelajaran berakhir, siswa merenung "Kalau begitu, cara aku menyimpan file selama ini keliru, ya! Mestinya, dengan cara yg baru saya pelajari ini, file personal komputer saya lebih tertata."

Pengetahuan yg bermakna diperoleh menurut proses. Pengeta­huan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit-demi sedikit. Pengajar atau orang dewasa membantu murid menciptakan interaksi-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya menggunakan pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yg bermanfaat bagi dirinya mengenai apa yang baru dipelajarinya.

Kunci berdasarkan itu semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap pada benak siswa. Siswa mencatat apa yg telah dipelajari serta bagaimana merasakan wangsit-pandangan baru baru.

Pada akhir pembelajaran, pengajar me­nyisakan saat sejenak agar anak didik me­lakukan refleksi. Realisasinya berupa
Øpernyataan langsung mengenai apa-apa yg diperolehnya hari itu
Øcatatan atau jurnal di buku anak didik
ØKesan dan saran anak didik tentang pem­belajaran hari itu
Ødlskusl
Øhasil karya.

Pembelajaran yg benar memang seharusnya ditekankan dalam upaya membantu anak didik agar sanggup menyelidiki (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin fakta pada akhir periode pembelajaran.
Kemajuan belajar dievaluasi berdasarkan proses, bukan melulu hasil, serta menggunakan berbagai cara. Tes hanya salah satunya. Itulah hakekat penilaian yg sebenarnya.

7.peniLAIAN YANG SEBENARNYA (AUTHENTlC ASSESSMENT)
Assessment adalah proses pengumpulan banyak sekali data yg mampu menberikan gambaran perkembangan belajar murid. Gam­baran perkembangan belajar murid perlu diketahui sang pengajar supaya mampu memastikan bahwa murid mengalami proses pembelajaran menggunakan benar. Jika data yang dikumpulkan guru meng­identifikasikan bahwa murid mengalami kemacetan pada belajar, maka pengajar segera sanggup merogoh tindakan yg tepat supaya murid terbebas menurut kemacetan belajar. Karena citra tentang ke­majuan belajar itu diharapkan pada sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti UAN/UAS), namun dilakukan beserta menggunakan secara ter­integrasi (tidak terpisahkan) menurut kegiatan pembelajaran.

Data yg dikumpulkan melalui aktivitas penilaian (assessment) bukanlah untuk mencari kabar mengenai belajar murid. Pembela­jaran yg benar memang seharusnya ditekankan dalam upaya membantu murid agar bisa menilik (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebesar mungkin berita pada akhir periode pembelajaran.

Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yg dikumpulkan harus diperoleh dari aktivitas nyata yg dikerjakan anak didik pada ketika melakukan proses pembelajaran. Pengajar yang ingin mengetahui perkembangan belajar Bahasa Inggris bagi para siswanya wajib mengumpulkan data berdasarkan aktivitas nyata saat para siswa menggunakan bahasa Inggris, bukan dalam ketika para murid mengerjakan tes bahasa Inggris. Data yang diambil menurut kegiatan siswa saat anak didik melakukan kegiatan berbahasa Inggris balk di dalam kelas maupun pada luar kelas itulah yg diklaim data autentik.

Kemajuan belajar dinilai menurut proses, bukan melulu hasil. Ketika guru mengajarkan sepak bola, siswa yang tendangannya paling rupawan, dialah yang memperoleh nilai tinggi. Dalam pembelajaran bahasa asing (Bahasa Inggeris), siapa yg ucapannya cas-cis-cus, dialah yg nilainya tinggi, bukan output ulangan mengenai grammarnya. Penilaian autentik menilai pengetahuan serta ke­trampilan (performansi) yg diperoleh anak didik. Penilai nir hanya pengajar, namun mampu jua sahabat lain atau orang lain.

Karakteristik authentic assessment:
• Dilaksanakan selama dan selesainya proses pembelajaran ber­langsung
• Bisa dipakai buat formatif maupun sumatif
• Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan meng­ingat fakta
• Berkesinambungan • Terintegrasi
• Dapat digunakan menjadi feed back

Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa
(1)proyek/kegiatan serta laporannya
(2)PR
(tiga)Kuis
(4)Karya siswa
(lima)Presentasi atau penampilan siswa
(6)Demonstrasi
(7)Laporan
(8)Jurna
(9)Hasil tes tulis
(10)Karya tulis

Dengan demikian pada authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab adalah "Apakah anak-anak belajar?", bukan "apa yang sudah diketahui?" Jadi, anak didik dievaluasi kemampuannya menggunakan banyak sekali cara.



= Baca Juga =


Popular posts from this blog

Pembagian Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia Terbaru

ADZAN IQOMAH DAN DOA SESUDAH ADZAN TERBARU

Mencari Keliling dan Luas Gabungan Dari Persegi Panjang dan Setengah Lingkaran Terbaru