Penanggulangan Bahaya Gunungapi
Erupsi gunung api belum dapat dicegah orang menggunakan bekal ilmu pengetahuan serta teknologi dalam waktu ini sebagai akibatnya diperlukan tindakan buat mengurangi korban bencana, dengan istilah lain diharapkan bisnis untuk menekan jatuhnya korban sekecil mungkin. Usaha ini baru mulai dilakukan secara melembaga pada Indonesia semenjak erupsi Kelud 1919 yang memakan korban jiwa 5160 orang meninggal. Memang sebelumnya sudah ada bisnis penyelidikan ke arah itu namun secara formal baru dirintis dalam 14 September 1920 sang Pemerintah Hindia Belanda menggunakan nama "Vulkan Bewaking Dienst" (Dinas Penjagaan Gunungapi) yang lalu berganti nama menjadi "Vulkanisch Onderzoek" (Penyelidikan Gunungapi) pada bulan Desember 1922. Instansi ini bernaung di bawah bagian menurut "Opsporingdienst" (Dinas Penelusuran) di pada Mijnwezen (Pertambangan). Pada tahun 1945 lalu dirubah balik namanya sebagai Dinas Gunung Berapi dibawah Djawatan Pertambangan lalu pada bawah Djawatan Geologi hingga 1952.
Pada tahun 1952 Dinas Gunung Berapi dirubah namanya menjadi Urusan Gunungapi kemudian menjadi Dinas Vulkanilogi pada tahun 1965 pada bawah Direktorat Geologi serta lalu pada 1978 Dinas Vulkanologi dikembangkan sebagai Direktorat Vulkanologi pada bawah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan serta Energi. Sampai kapan nama ini dapat dipertahankan tidak diketahui. Walau namanya berganti-ganti akan tetapi tujuannya permanen sama. Salah satu tujuan utama menurut Direktorat Vulkanologi merupakan berusaha menggunakan berbagai cara buat megurangi jatuhnya korban gunungapi sampai sekecil mungkin.
1. Tata Cara Penanggulangan Bahaya Gunung Api
Penanggulangan bahaya gunung api menyangkut rakyat luas sehingga instansi di atas tidaklah bekerja sendiri melainkan menggunakan kerjasama dengan banyak sekali instansi dan rakyat terutama yg menyangkut aspek sosialnya. Berbagai usaha yg dapat dilakukan buat mengurangi jumlah korban bahaya erupsi gunung api di Indonesia merupakan:
a. Mengosongkan daerah bahaya
Semua daerah yg diperkirakan terancam sang bahaya gunung barah di Indonesia seluas 1,7 juta Ha yg berpenduduk lebih kurang tiga,4 juta orang (data tahun 1974) seharusnya dikosongkan. Hal ini sangat sulit dilakukan mengingat berbagai faktor (ekonomi, sosial, ekologi dll). Andai pun sudah nyata-nyata bahwa daerah yang terlanda bahan-bahan erupsi gunungapi sudah tidak bisa dihuni lagi maka bisnis pemindahan pemukiman mudah dilakukan. Tetapi demikian sine qua non bisnis pemindahan penduduk berdasarkan 'daerah terlarang' menjadi tindakan pencegahan.
b. Melakukan Zonasi Terhadap Daerah Rawan
Daerah-wilayah yg rawan terhadap bahaya gunungapi perlu dibatasi. Pembatasan ini kemudian dituangkan ke pada suatu peta zonasi yang dinamakan 'Peta Daerah Bahaya Gunungapi'. Dalam peta tadi akan terlihat:
1. Daerah Terlarang
Merupakan wilayah sekitar kaldera yang sangat rawan terhadap bahaya gunungapi, waktu erupsi terjadi (bahaya awanpanas, lahar primer dan bom vulkanik). Daerah ini harus dikosongkoan sejatinya namun masih banyak warga yg bermukim di sana sebagai akibatnya perlu dipertimbangkan pulang.
2. Daerah Bahaya Ke-Satu
Daerah di luar wilayah terlarang yang masih rawan terhadap bahaya erupsi diklaim Daerah Bahaya ke 1. Daerah ini perlu dikosongkan jika ternyata keadaan memaksa (erupsi semakin tinggi menurut umumnya).
3. Daerah Bahaya Ke-Dua
Daerah yang dapat terancam sang bahaya lahar sekunder (lahar hujan) dinamakan Daerah Bahaya Ke-dua. Pengosongan daerah ini bisa dilakukan bila ternyata sudah ada indikasi ancaman bahaya.
c. Melakukan Penyelidikan dan Pengamatan
Penyelidikan dan penngamatan perlu dilakukan berkelanjutan secara terencana maupun temporer buat memeriksa tingkah laku serta mobilitas gerik semua gunung api aktif. Dengan demikian maka penyampaian liputan buat pengamanan penduduk menurut wilayah bahaya dapat dilakukan sempurna ketika. Ada gunung barah yg meletus setiap tahun, sepuluh tahun sekali bahkan sampai puluhan tahun. Jadi data otentik dibutuhkan buat pencegahan.
d. Melakukan Usaha Preventif
Usaha ini dimaksudkan untuk mengurangi bahaya lahar menggunakan cara membuat tanggul pelawan, tanggul peredam kecepatan lahar atau mengurangi sumber bahaya lahar. Contohnya adalah Gn. Kelud pada Jawa Timur. Untuk mengurangi air danau pada pada danau kawahnya maka dibuat terowongan menembus dinding kawah dengan demikian air hujan yg setiap ekspresi dominan tertampung pada kaldera akan mengalir keluar dari terowongan buat mencegah banjir lahar saat erupsi.
e. Meningkatkan kesadaran
Masyarakat, khususnya yang bermukim di daerah bahaya perlu mengetahui serta sadar akan bahaya gunungapi. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh maka orang akan lebih waspada menghadapi bahaya. Cara yang dilakukan merupakan menggunakan pendidikan mitigasi bencana.
f. Meningkatkan Komunikasi
Komunikasi antar aneka macam instansi dan warga yg herbi bisnis penanggulangan bahaya erupsi sangatlah berperan. Makin baik komunikasi maka makin cepat dan sempurna tindakan penyelamatan dari bahaya yang dihadapi.