Permasalahan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Indonesia

Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai kekayaan daerah perairan yg luar biasa tetapi waktu ini wilayah pesisir pada Indonesia masih banyak yang belum begitu berkembang. Lantas apa yg mengakibatkan daerah pesisir Indonesia masih lambat berkembang?.
1.    Kualitas Sumberdaya Manusia Kelautan
Sampai dengan tahun 2018, laju pertumbuhan penduduk berkisar 1,6 persen dan menjelang tahun 2018 diperkirakan akan menurun menjadi 1,5 %  per tahun, sehingga mendekati tahun 2018 Indonesia akan mempunyai junlah sumberdaya insan sekitar 256 juta jiwa.  Sebanyak 157 juta berdasarkan  256 juta diperkirakan tinggal di Pulau Jawa dan Bali, serta sebagian akbar di wilayah pesisir (BPS, 2018).
Dari jumlah yg demikian besar , profil tenaga kerja yg ada dalam waktu ini diperkirakan 74% berpendidikan dasar termasuk 13% buta alfabet , sebesar 10,9% berpendidikan SLTP dan 13% SLTA, yg berpendidikan tinggi lebih kurang 2,3%.  Walaupun pada saat ini sudah terjadi pergeseran latar belakang pendidikan ke arah yang meningkat, namun masih ada pertanyaan apakah kualifikasi pendidikan sumberdaya manusia tersebut dapat mendukung pengembangan serta dominasi IPTEK kelautan seperti yg diperlukan.
Kenyataan diatas jua terjadi pada dalam proporsi SDM setiap pemerintah daerah yg mempunyai daerah pesisir serta bahari.  Hal ini tentu saja sangat ironis, mengingat beberapa propinsi/kabupaten/kota tersebut merupakan daerah dengan luasanan daerah laut yang sangat besar (Aceh, Sulawesi, dll.)
2.    Kerusakan Fisik Lingkungan Pesisir
Tingkat intensitas pemanfaatan sumberdaya pesisir serta samudera pada sebagian akbar wilayah pesisir eksklusif sudah mengakibatkan sejumlah imbas negatif terhadap kondisi fisik lingkungan pesisir serta laut.  Secara ringkas syarat waktu ini kerusakan lingkungan pesisir tadi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a.     Kerusakan Fisik Habitat Ekosistem Pesisir dan Lautan
Kerusakan fisik baitat ekosistem daerah pesisir dan bahari pada ndonesia umumnya terjadi dalam hutan mangrove serta terumbu karang.  Hutan mangrove merupakan ekosistem yg paling produktif serta merupakan asal hara buat perikanan pantai.  Hutan ini menyokong kehidupan sejumlah besar sepesies binatang dengan menyediakan loka berbiak, berpijah, serta makan.  Spesies tersebut mencakup berbagai jenis burung, ikan, kerang serta krustasea seperti udang, kepiting.  Hutan bakau jua berfungsi sebagai pelindung pantai dan penstabilisasi serta berperan menjadi penyangga pencegah erosi yg disebabkan oleh arus, gelombang, dan angin.  Mereka pula memainkan peranan krusial menjadi pengendali banjir serta pemelihara bagian atas air pada bawah tanah.
Luas hutan mangrove pada Indonseia terus mengalami penurunan menurut luas areal yg mencapai 5.209.543 hektar pada tahun 1982, menurun menjadi tiga.235.700 hektar dalam tahun 1987 dan menurun lagi sampai sekitar dua.496.185 pada tahun 1993 ( Dahuri, dkk, 2018) misalnya terlihat pada gambar 1 berikut adalah.
Penurunan luasan mangrove hampir merata terjadi pada semua kawasan pesisir Indonesia. Penyebab berdasarkan penurunan luasan mangrove tersebut merupakan karena adanya peningkatan kegiatan yang mengkonversi hutan mangrove menjadi peruntukan ikan misalnya pembukaan tambak, pengembangan daerah industri serta pemukiman pada daerah pesisir serta pendayagunaan (penebangan) hutan mangrove secara besar -besaran.
Nasib yang sama jua terjadi dalam ekosistem terumbu karang.  Berdasarkan Walters (1994) luas terumbu karang Indonesia lebih kurang 60.000 km2.  Sedangkan dari Tomascik, dkk (1997) menjelaskan 85.707 km2 yang beredar luas di perairan Indonesia.  Kondisi terumbu karang di Indonesia sudah poly yang rusak.  Berdasarkan hasil penelitian Coral Reef Rehabilition and Management Project (COREMAP) dari luasan seluruhnya hanya tinggal 6,48% kondisinya masih baik, 22,53% baik, dan 28,39% rusak serta 42,59% rusak berat (Gambar dua).  Dari kondisi terumbu karang tersebut, ternyata terumbu karang pada kawasan barat indonesia mempunyai syarat yang lebih jelek dibandingkan menggunakan terumbu karang di kawasan tengah serta timur Indonesia.
Pada umumnya, kerusakan terumbu karang ditimbulkan sang aktivitas-kegiatan perikanan yang bersifat desktruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun (cyanida), serta jua kegiatan penambangan karang untuk bahan bangunan, reklamasi pantai, kegiatan pariwisata yg kurang bertanggung jawab, serta sedimentasi dampak meningkatnya erosi dan huma atas.  
b.    Pencemaran dan Sedimentasi
Dari sekian banyak penyebab kerusakan lingkungan laut serta pesisir, pencemaran merupakan faktor yg paling krusial.  Hal ini disebabkan lantaran pencemaran tidak saja dapat menghambat atau mematikan komponen biotik (biologi) perairan, tetapi bisa pula membahayakan kesehatan atau bahkan mematikan manusia yg memanfaatkan biota atau perairan yg tercemar.  Selain itu pencemaran jua dapat menurunkan nilai estetika perairan laut serta pesisir yg terkena pencemaran.
Tingkat pencemaran di beberapa daerah pesisir dan samudera pada Indonesia dalam ketika ini sudah berada pada syarat yg sangat memperhatinkan.  Tingkat beban pencemaran (pollution load) di Indonesia bisa dibagi atas tigga kategori, yaitu tingkat pencemaran tinggi, taraf pencemaran sedang, serta taraf pencemaran rendah.  Kawasan yg termasuk kategori taraf pencamaran yang tinggi adalah Propinsi Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Lampung serta Sulawesi Selatan.  Kawasan menggunakan kategori tingkat pencemaran sedang adalah Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, DI Aceh, Sumatera Barat, Jambi, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Bali, serta Maluku.  Sedangkan daerah menggunakan tingkat pencemaran rendah merupakan Propinsi Irian Jaya, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, dan Nusatenggara Timur.
Sumber utama pencemaran pesisir serta samudera terdiri berdasarkan tiga jenis kegiatan, yaitu aktivitas industri, aktivitas tempat tinggal tangga, dan kegiatan pertanian.  Sementara itu bahan utama yang terkandung pada buangan limbah dan ketiga asal tersebut berupa sedimen, unsur hara, pestisida, organisme patogen, dan sampah.  Jika dianalisis secara mendalam, bisa disimpulkan bahwa tempat-tempat yg termasuk kategori tingkat pencemaran yang tinggi merupakan kawasan-tempat pesisir yang padat penduduk, kawasan industri dan juga pertanian.  
Perairan Indonesia adalah jalur transportasi yang strategis yang menghubungkan negara-negara berdasarkan benua Asia juga Eropa yang akan menuju ke Asia Tenggara maupun Australia ataupun kebalikannya,  serta terletak diantara negara-negara penghasil minyak dibagian barat dan negara-negara  konsumen pada bagian Timur.
Dari seluruh perairan Indonesia, daerah yg rentan terhadap pencemaran yg dikaibatkan sang tumpahan minyak adalah Selat Malaka, Selat Makasar, Pelabuhan, dan jalur-jalur laut atau selat yg dilewati oleh tangker.  Posisi strategis tersebut disamping memberikan manfaat secara ekonomi, dilain pihak juga mengandung resiko terhadap bahaya kerugian dari segi ekologis.  Kerugian secara ekologis tadi berdampak relatif luas baik secara irit maupun kerusakan sumberdaya alam.   
          Sementara itu, laju sedimentasi yang masuk ke perairan pesisir juga terus meingkat.  Laju sedimentasi yg cukup tinggi terutama terjadi pada Sumatera, Kalimantan, serta Jawa.  Bebearapa muara sungai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa mengalami pendangkalan yang sangat besar , dampak tingginya laju sedimentasi.  Sebagai model laju sedimentasi di Sungai Citandui sebesar lima juta m3 per tahun, Sungai Cikonde sebanyak 770 ribu m3 per tahun.  Setiap tahun sekitar 1 juta m3 endapan berdasarkan kedua sungai tadi diendapkan pada Segera Anakan (ECI, 1995).  Penyebab berdasarkan tingginya laju sedimentasi ini merupakan lantaran sistem pengelolaan kegiatan pada lahan atas tidak dilakukan menggunakan benar, misalnya HPH, pertanian, dan lain-lain yg cenderung mengabaikan pembangunan yang berwawasan lingkungan, khusunya azas konservasi tanah.
c.     Over Eksploitasi Sumberdaya Hayati Laut
Banyak sumberdaya alam pada daerah pesisir serta laut sudah mengalami overeksploitasi.  Sebagai contoh merupakan sumberdaya perikanan laut, meskipun secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan bahari baru dimanfaatkan lebih kurang 58% berdasarkan total potensi lestarinya (MSY), (Aziz, et al, 1997), tetapi dibeberapa daerah (perairan), beberapa stok sumberdaya ikan sudah mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing).
Kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh taraf penangkapan yg melampaui potensi sumberdaya perikanan, namun juga disebabkan karena kualitas lingkungan bahari menjadi tempat asli hayati ikan mengalami penurunan atau kerusakan sang pencemaran dan degradasi hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yg adalah tempat pemijahan, asuhan, serta mencari makan bagi sebgian besar biota bahari tropis.

Popular posts from this blog

Pembagian Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia Terbaru

ADZAN IQOMAH DAN DOA SESUDAH ADZAN TERBARU

Mencari Keliling dan Luas Gabungan Dari Persegi Panjang dan Setengah Lingkaran Terbaru