Prediksi Gempa Besar Akan terjadi di Padang setelah Nepal

Konon, gempa nepal yg menelan ribuan korban jiwa telah diramalkan sebelumnya. Ramalan gempa akbar di nepal ini telah diprediksi sang beberapa ilmuan geologi pada dunia. Sabtu pagi, 25 April 2018 pukul 11.58 ketika setempat, Nepal berguncang hebat. Oleh gempa berkekuatan 7,9 skala Richter. "Adik lelakiku sontak menghentikan goyangan ngawurnya, mengikuti lagu Coco yang dinyanyikan OT Genasis," tutur Bhrikuti Rai, seseorang jurnalis pada Nepal misalnya dimuat BBC. "Ia kemudian berteriak, 'Bhuichaalo'."
Bhuichaalo adalah kata gempa pada Bahasa Nepal. Lantas, kaca-kaca berguncang keras, berontak berdasarkan rangkanya, serta pecah membentur dinding. Prang! Suaranya yg keras bercampur menggunakan teriakan orang-orang yang panik dan tembok yang menyusul ambrol.
Guncangan yg berlangsung 'hanya' 20 dtk, terasa abadi.
Bahwa gempa akbar akan mengguncang Nepal sejatinya telah diprediksi. Tetapi, para ilmuwan mungkin tidak mengira, kejadiannya akan secepat itu.
Sebelumnya, dalam 12 Maret 2018, sebuah artikel muncul di jurnal Lithosphere. Salah satu penulisnya, Kristin Morell, menurut University of Victoria, Kanada, membeberkan output kajian mereka terhadap data historis dan jejak-jejak seismik pada lebih kurang Himalaya.
Ini yg mereka tulis di jurnal ilmiah tersebut. "Central seismic gap (tempat aktif secara tektonik namun jarang terjadi gempa pada jangka ketika yg usang) sepanjang 700 kilometer tempat Himalaya Front belum pecah dalam gempa bumi besar selama 200-500 tahun terakhir."
Wilayah antara Kathmandu serta Pokhara nir pernah mengalami gempa yg sangat besar dari tahun 1344, lebih 670 tahun yang kemudian.
Di pulang kenyamanan pada zona seismik itu, kata mereka, tersimpan potensi bencana akbar bagi 10 juta manusia yang menghuninya. Bahwa gempa skala dahsyat, lebih berdasarkan 8 skala Richter bisa saja melanda. Entah kapan.
“Meski hipotesis ini masih spekulatif. Namun, hal tadi didukung catatan sejarah seismik,” demikian kesimpulan yg mereka tulis dalam artikel tersebut, seperti dimuat situs Eurasia News.
Fakta lain yg menarik, 3 minggu sebelum gempa, para ilmuwan mempresentasikan temuan mereka di Kongres Geologi Nepal. Namun mereka tidak bisa memprediksi kapan gempa akan terjadi.
Pertanyaannya lalu, bisakah gempa diprediksi?
“Misalnya, ada 10 gempa akbar pada kurun saat 10.000 tahun, kita bisa membuat rata-rata (jeda) dari data itu. Namun, kapan waktunya tidak mampu diprediksi,” istilah Laurent Godin, dosen geologi pada Queen’s University sekaligus pakar Himalaya.
Godin berharap, suatu waktu nanti tersedia metode buat memprediksi gempa. Para koleganya saat ini sedang menelaah jejak-jejak kimiawi pada air bawah tanah – buat menguak kapan Bumi menjadi tidak stabil.
“Bisakah kita memprediksi gempa? Jawabannya adalah tidak,” istilah Peggy Hellweg, manajer operasi Laboratorium Seismologi University of California, Berkeley. “Namun, kasus yang tak kalah penting soal gempa bumi -- pula rakyat dalam intinya -- merupakan: orang lupa mereka perlu bersiap."

Karena gempa tak sanggup diprediksi, itu mengapa komunitas ilmuwan berteriak lantang, mengajukan protes atas pemidanaan 6 ahli gempa yg dikenakan dakwaan pembunuhan lantaran dianggap gagal memperingatkan bahaya gempa pada L’Aquila, Italia, dalam 2018.
Gempa pada Lembah Kathmandu telah lama jadi sumber kekhawatiran akbar. Tak hanya karena ia berada di antara dua sesar yang aktif bergerak. Kondisi insan yg tinggal di sana menjadikannya lebih parah.
Guncangan gempa menggunakan kekuatan yg sama bisa membawa akibat tidak sinkron sejumlah daerah pada muka Bumi. Tergantung konstruksi bangunan serta populasi yang ada di sana.
Badan Survey Geologi Amerika Serikat atau USGS mencontohkan, lindu yang berpotensi menyebabkan kematian 10 sampai 30 orang per 1 juta penduduk di California, AS, mampu jadi membawa kematian dalam 1.000 orang atau lebih per 1 juta populasi pada Nepal. Bahkan, dapat memutus 10.000 nyawa per 1 juta warga di Pakistan, India, Iran, dan China.
Gempa mungkin tidak mematikan. Tetapi, kualitas bangunan bisa jadi memilih apakah seseorang tewas atau selamat.
Dan, ketidakpastian terkait gempa Nepal Sabtu kemudian kian menyakitkan. Sebab, para ilmuwan memprediksi: itu bukan yg terburuk…
Gempa yg lebih akbar, berkekuatan antara 8,1 skala Richter hingga 8,3 skala Richter -- misalnya yg mengguncang Nepal pada 1934 menampakan, yg terburuk belum terjadi.
Saat mengunjungi negara bagian Bihar, galat satu daerah terparah lindu 1934, Mahatma Gandhi berkata, gempa adalah takdir ‘pembalasan’ atas kegagalan India menghapuskan sistem kasta.
Namun, baik Gandhi ataupun ilmuwan tahun 1930-an tidak memahami, hujan yg mengisi sungai-sungai akbar pada Himalaya dan mengalir ke Laut Bengala merupakan bagian penting berdasarkan proses itu.
Dr Pierre Bettinelli adalah ilmuwan pertama, yang pada 2018, menerangkan guyuran besar air hujan -- yg terbesar setelah lembah Amazon -- mensugesti gempa di Himalaya.
Dari gurun Aljazair, loka dia meneliti pengeboran minyak bumi -- salah satu penyebab gempa yang dipicu ulah insan -- oleh ilmuwan angkat bicara pada Newsweek.
"Bayangkan sepotong kayu di atas air -- itulah lempeng India -- injaklah menggunakan kaki Anda. Maka, terciptalah tekanan, gangguan dalam air pada sekitarnya. Seperti itulah peningkatan insiden seismik pada pinggiran patahan."
Gunung Himalaya pada perbatasan Nepal merupakan output saling dorong yg tak berujung antara lempeng tektonik Eurasia serta India, fenomena alam yang mampu berujung dalam malapetaka.
"Efeknya membuat gempa Nepal makin cepat datangnya," kata Profesor Roland Burgmann berdasarkan Department of Earth and Planetary Science, University of California, Berkeley.
Namun, tak terdapat yang bisa memastikan, segmen tadi runtuh dalam hitungan hari, bulan, tahun, atau dasa warsa…

Kabar Buruk: Ini Bukan Gempa Terparah
Ini liputan gawat buat masyarakat Nepal. Belum usai pemulihan dampak gempa yang mengguncang, para ilmuwan memprediksi, yg terparah belum terjadi.
Gempa 7,8 yang mengguncang 25 April 2018 baru melepaskan tekanan di sepanjang hanya 1 segmen lempeng tektonik di batas antara Kerak Benua India dan Asia.
Gempa yang lebih akbar mampu mengguncang pada sebelah barat atau timur episentrum gempa tersebut. Salah satunya di wilayah Bhutan.
"Bahaya belum berlalu,” istilah Kristin Morell menurut University of Victoria, Kanada. “Himalaya adalah sabuk pegunungan yg sangat panjang serta ketegangan (strain) masih terus terbangun di tempat lain, dari Pakistan hingga timur Tibet.”
Selama lebih kurang 50 juta tahun, lempeng tektonik India merangsek pada bawah Lempeng Eurasia dengan kecepatan antara 15 sampai 20 milimeter per tahun. Gerakannya tak selalu halus.

Pergerakan Lempeng India serta Asia (IRIS)
Sudut curam meningkatkan ukiran antara lempeng, tenaga yang terakumulasi secara cepat lepas pada hitungan dtk, kala gempa mengguncang.
Pusat gempa Nepal saat ini berada di sepanjang keliru satu menurut bagian sangat miring.
Tim peneliti lain yang melakukan penelitian lebih ke timur, pada sepanjang sesar di Bhutan menemukan segmen luas patahan yg seakan tak berbatas.
Segmen super besar itu punya potensi memicu gempa yg lebih besar menurut yg diperkirakan. Hasil penelitian tersebut dimuat pada sebuah makalah pada Geophysical Research Letters.
"apabila gempa besar mengguncang Bhutan, sanggup jadi kekuatannya lebih besar dari lindu yang mengguncang Nepal," istilah keliru satu penulis studi Rodolphe Cattin, ahli geofisika dari University of Montpellier, Prancis.
Patahan pula mampu saja siap memicu gempa akbar pada sebelah barat sentra gempa Nepal 2018. Demikian ujar Simon Klemperer, pakar gempa dari Stanford University.
Segmen patahan berisiko pada barat Nepal setidaknya 2 kali lipat dari yg mengguncang sisi timur Nepal -- yang membentuk tekanan semenjak gempa terakhir pada 1505. "Gempa bumi yang saya khawatirkan bukan yg terjadi dalam 25 April lalu. Tetapi, yang mungkin akan terjadi pada barat. Dengan kekuatan 8,6 skala Richter," istilah dia misalnya dimuat situs Science News.
Ancaman Gempa 8,9 SR pada Padang
Malam yg hening berubah jadi huru hara, Minggu 25 November 1833 sekitar pukul 22.00 WIB. Kala itu, lindu menggunakan kekuatan 8,8 hingga 9,2 skala Richter mengguncang, pusatnya berada pada tanggal pantai barat Andalas. Penyebabnya merupakan pecahnya segmen palung Sumatera sepanjang 1.000 km.
Lindu dirasakan kuat di Padang, Sumatera Barat. Awalnya, getaran dipercaya biasa. Tetapi, disusul guncangan kencang.
"Orang-orang berhambur keluar, khawatir bakal terkubur pada bawah bangunan yang bergetar hebat," demikian tulis seseorang ilmuwan Dr. A.F.W. Stumpff, sepertiLiputan6.com kutip dari makalah ilmiah berjudul 'Source parameters of the great Sumatran megathrust earthquakes of 1797 and 1833 in ferred from coral microatolls' yang salah satu penulisnya adalah pakar Indonesia, Danny Hilman Natawidjaja.

Gempa Sumatera 1833
Di luar, Stumpff menambahkan, orang-orang panik merasakan bumi yang berguncang pada bawah kaki mereka. "Diterangi cahaya rembulan, terdapat yg melihat bangunan dan pepohonan bergetar hebat, semburan air muncul pada antara retakan tanah menggunakan kekuatan hebat, sungai-sungai luber, samudera menggelegak."
Dr. A.F.W. Stumpff mencatat, dalam Agustus, September dan Oktober terpantau terjadi panas serta kelembaban ekstrem.
"Sementara di hari gempa terjadi ( dia menuliskannya pada lepas 24 November) ditandai menggunakan keheningan yang mendalam seluruh alam. Yang tidak disadari banyak orang."
Peristiwa tadi hanya terjadi 3 mnt, tetapi dampaknya luar biasa. Gempa memicu terjadinya tsunami yg menerjang pesisir barat Sumatera menggunakan daerah terdekat menurut sentra gempa adalah Pariaman hingga Bengkulu.
Tsunami pula mengakibatkan kerusakan parah di Maladewa, Sri Lanka, dan Seychelles. Gelombang raksasa pula dilaporkan mencapai Australia bagian utara, Teluk Benggala, dan Thailand meskipun dalam intensitas mini .
Bencana pada 1883 yang berpusat pada wilayah Sipora didahului gempa akbar dalam tahun 1797 pada daerah Siberut -- yang kekuatannya diperkirakan mencapai 8,7 - 8,9 SR. Lindu terjadi di Zona Megathrust Mentawai yang sekarang termasuk zona seismic gap (wilayah sporadis gempa atau yg telah usang tidak mengalami gempa besar ).
Gempa besar di (zona subduksi) Mentawai selalu berulang mengikuti siklus 200 tahunan. Dan misalnya halnya pada Nepal, sejarah bencana akan berulang.
Ini sudah usang diprediksi: gempa dengan kekuatan hingga 8,9 skala Richter akan mengguncang Mentawai. Lindu yg memicu tsunami itu dinilai mengancam satu juta lebih penduduk pada Padang, Pariaman, Painan, serta wilayah lain di Sumatera Barat serta Bengkulu.
Potensi gempa Sumatera Barat pulang diingatkan sang Brian Tucker, Presiden GeoHazards. GeoHazard adalah lembaga nonprofit berasal California yg mengkampanyekan pengurangan risiko bencana alam pada wilayah-daerah paling rawan di dunia.
Tucker menyampaikan, Amerika Serikat, Selandia Baru, Jepang, Turki (khususnya Istanbul), pula Chile adalah negara-negara berpotensi gempa. Tetapi persiapan telah dilakukan matang. Dari sisi konstruksi bangunan hingga mengedukasi rakyat mengenai mitigasi menghadapi bencana.
Namun, tidak pada negara-negara lain. "Ini akan menciptakan orang begidik. Bayangkan, apa yang akan terjadi jika gempa mengguncang Teheran, Iran; Karachi, Pakistan; Padang, Indonesia; atau Lima, Peru," istilah dia misalnya dikutip berdasarkan TIME.
"Jika Anda bertanya, pada mana gempa akbar berikutnya akan terjadi, bukti yang paling kuat menunjuk ke tanggal pantai Sumatera," istilah dia.
Pada 26 Desember 2018, gempa dengan kekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Samudera Hindia. Di ujung barat bahari Sumatera.
Gempa memicu tsunami 30 meter, menghantam Aceh, Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, serta pesisir timur Afrika. Jutaan liter air laut tumpah ke daratan. Lebih dari 230 ribu nyawa melayang atau dinyatakan hilang. Menjadi salah satu bala terdahsyat pada Abad ke-21
"Padang jauh lebih mini daripada Kathmandu sebagai akibatnya nir akan membangun kekacauan ekonomi atau politik yang sama bila gempa mengguncang Teheran, Karachi, atau Istanbul. Namun, kekuatan gempa yang sanggup memicu tsunami sanggup mengakibatkan dalam malapetaka."
Tucker menyebut, gelombang urbanisasi menurut daerah pedesaan ke kota-kota pada seluruh global berujung dalam pembangunan fisik yg mengabaikan kualitas dan daya tahan terhadap gempa. "Tak ada sumber daya buat menciptakan kembali semua sekolah, tempat tinggal sakit, rumah, dan apartemen sesuai menggunakan baku bangunan yang baik," istilah beliau.

Skrenario gempa Mentawai (www.earthobservatory.sg)
Apakah potensi gempa di Padang berkaitan menggunakan lindu di Nepal?
Diwawancarai terpisah, ahli gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Danny Hilman menyampaikan, nir.
"Memang secara regional terkoneksi, ada bulat perputaran tenaga. Tapi itu jauh sekali. Terpisahnya sampai ribuan kilometer. Sedangkan konvoi (lempeng) kemarin hanya beberapa meter. Jadi tak benar gempa akbar (di Nepal) mampu memicu gempa pada Indonesia," kata beliau saat diwawancarai Liputan6.com.
"Kalaupun terdapat gempa di Padang, itu karena memang siklusnya," tambah dia. Danny menambahkan, prediksi gempa di Megathrust Mentawai -- yang diperkirakan kekuatannya mencapai 8,8-8,9 SR -- memang belum terjadi.
"Megathrust terbentang pada pantai barat Sumatera, mulai Andaman, Aceh, Nias, hingga Selat Sunda, Jawa, Bali, Lombok," istilah Danny. "Di Sumatera, Aceh sudah tanggal (tenaga yang tertahan alias gempa), Nias sudah tanggal, Bengkulu sudah lepas. Mentawai belum lepas," kata dia.
Gempa 7,6 skala Richter yang mengguncang Sumatera Barat serta menyebabkan tewasnya 1.117 orang dalam 30 September 2018, istilah Danny, terjadi pada segmen lain. Bukan Mentawai.
"Tingkat tenaga pada Mentawai sudah penuh, telah di akhir daur. Secara teoritis bisa terjadi kini atau besok..." (Ein) (liputan6.com)





Popular posts from this blog

Pembagian Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia Terbaru

ADZAN IQOMAH DAN DOA SESUDAH ADZAN TERBARU

Mencari Keliling dan Luas Gabungan Dari Persegi Panjang dan Setengah Lingkaran Terbaru