Sejarah Perang Tapanuli / Batak 18781907 yg dipimpin Sisingamangaraja

Perang Tapanuli, pula dikenal menjadi Perang Batak (1878-1907), adalah perang antara Kerajaan Batak melawan Belanda. Perang ini berlangsung selama 29 tahun. En.pedoman materi Belajar.org

Gambaran Sisingamangaraja XII (alchetron.com)
Sisingamangaraja XII merupakan sosok yang tidak asing lagi pada daftar Nama-Nama Pahlawan Nasional Indonesia. Ia disematkan sebagai pahlawan nasional lepas 19 November 1961 dari SK Presiden RI No 590/1961. Sisingamangaraja XII mempunyai nama asli Pantuan Besar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849. Ayah dan Ibunya bernama Sisingamangaraja XI (Ompu Sohahuaon) serta Boru Situmorang. 

Ayahnya wafat dalam tahun 1876, sehingga Sisingamangaraja XII dinobatkan sebagai penerus ayahnya di usia yang baru 19 tahun. Gelarnya merupakan Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja berasal menurut 3 kata, yaitu ‘si’, ‘singa’, dan ‘mangaraja’. ‘Si’ adalah kata sapaan, ‘singa’ merupakan bahasa Batak yg berarti bentuk tempat tinggal Baka, sedangkan ‘mangaraja’ sama maksudnya dengan kata ‘maharaja’. Jadi Sisingamangaraja berarti Maharaja orang Batak.
Manghuntal (Sisingamanagaraja I) merupakan keturunan Bona Ni Onan bermarga Sinambela. Sebelum kelahirannya Sisingamaraja I telah diramalkan bahwa beliau merupakan titisan dari Batara Pengajar serta akan menjadi seorang raja akbar. Setelah dewasa Manguntal akhirnya menjadi raja sesudah berhasil mencabut keris yg bernama Piso Gaja Dompak (Pisau Gajah Penangkal). 

Piso Gaja Dompak diyakini nir akan bisa dicabut berdasarkan sarungnya oleh seseorang yang nir memiliki kesaktian, kecuali sang orang yang memiliki kesaktian dan orang yg sebagai titisan Batara Pengajar (orang yg memang telah ditakdirkan menjadi Raja).

Berikut ini merupakan silsilah Raja Sisingamangaraja dari urutan 1 sampai ke 12 merupakan sebagai berikut:

1. Raja Manghuntal / Sisingamangaraja I
2. Raja Tinaruan / Sisingamangaraj II
3. Raja Itubungna / Sisingamangaraja III
4. Sori Mangaraja / Sisingamangaraja IV
5. Ampallongos / Sisingamangaraja V
6. Amangulbuk / Sisingamangaraja VI
7. Ompu Tuan Lombut / Sisingamangaraja VII
8. Ompu Sotarunggal / Sisingamangaraja VIII
9. Ompu Sohalompoan /Sisingamangaraja IX
10. Ompu Tuan Na Bolon / Sisingamangaraja X
11. Ompu Sohahuaon / Sisingamangaraja XI
12. Patuan Bosar / Sisingamangaraja XII

Singamangaraja XII mangkat pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran menggunakan Belanda pada pinggir bukit Aek Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, pada perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara serta Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru menembus dadanya, dampak tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Turut gugur saat itu 2 putranya Patuan Nagari serta Patuan Anggi, serta putrinya Lopian. Sementara keluarganya yg tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII sendiri lalu dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 pada Silindung, sesudah sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan pada warga Toba. Makamnya lalu dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953, yg dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat serta keluarga.

Faktor-faktor penyebab Perang Batak

Sebab Umum

- Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yg masih menganut agama Batak antik (Animisme dinamisme) atas penyebaran agama Kristen pada Tapanuli.
- Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending untuk menguasai daerah Tapanuli.
- Alasan yg digunakan Belanda buat menindas pejuang Padri serta pemimpin-pemimpin Aceh banyak melarikan diri ke daerah Tapanuli.
Sebab Khusus

Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran kepercayaan Kristen pada wilayah Tapanuli. Perang Tapanuli (1878-1907) terjadi lantaran kebijakan Belanda di Nusantara, serta berlaku jua di Tapanuli, membuat warga mengalami penderitaan yg hebat. Banyak para petani yg kehilangan tanah dan pekerjaannya karena diberlakukannya politik liberal yang membebaskan kepada para pengusaha Eropa untuk dapat menyewa tanah penduduk pribumi. 

Dan pada pelaksanaanya poly penduduk pribumi yang dipaksakan buat menyewakan tanahnya dengan harga murah. Untuk itu Sisingamangaraja mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap Belanda:

1. Pengaruh Sisingamangaraja semakin mini .
2. Adanya Zending atau misi penyebaran kepercayaan kristen pada Tapanuli serta sekitarnya.
3. Belanda memperluas kekuasaannya pada rangka Pax Netherlandica.

perang tapanuli (1878-1907)

Peristiwa Perang Batak (1878-1907)

Sampai abad ke-18, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka serta damai pada bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yg masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII

mengunjungi suatu negeri seluruh yg “terbeang” atau ditawan, wajib dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang populer anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir sang Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda serta para penginjil putusan bulat buat nir hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII pada Bangkara namun sekaligus menaklukkan seluruh Toba.

“Utusan Damai di Kemelut Perang: Peran Zending pada Perang Toba” menyorot kiprah penginjil Jerman menurut RMG (cikal bakal VEM), terutama Ludwig Ingwer Nommensen (pula sering ditulis Ingwer Ludwig Nommensen), pada Perang Batak Toba ke-I. Pada tahun 1877 para missionaris RMG memanggil tentara pemerintah kolonial Belanda lantaran mereka merasa terancam oleh pasukan Singamangaraja XII serta lantaran takut keberhasilan zending akan lenyap jika para misionaris diusir menurut Silindung dan Bahal Batu. Panggilan misionaris segera ditanggapi oleh pihak pemerintah. 

Pada 6 Februari 1878 pasukan Belanda tiba pada Pearaja, kediaman penginjil Ludwig Ingwer Nommensen, dan beserta-sama menggunakan penginjil Nommensen mereka berangkat ke Bahal Batu buat menyusun benteng pertahanan. Sisingamangaraja yang merasa terprovokasi mengumumkan perang (pulas) dalam lepas 16 Februari. Pemerintah Belanda serta para penginjil memutuskan supaya lebih baik buat nir hanya menyerang markas Singamangaraja di Bangkara namun buat sekalian menaklukkan seluruh Toba. 

Penginjil Nommensen dan Simoneit mendampingi pasukan Belanda dalam bepergian ekspedisi militernya dari bulan Februari hingga Mei 1878. Puluhan kampung (huta) Batak dibakar serta para raja huta diharuskan bersumpah setia dalam pemerintah Belanda serta membayar pampasan perang. Jumlah korban jiwa di pihak Sisingamangaraja nir diketahui dengan niscaya namun bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan orang. Penginjil Nommensen yang mendampingi tentara penjajah dalam
ekspedisi militer mencatat secara seksama kisah berlangsungnya Perang Toba Pertama.

Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda hingga di Pearaja, loka kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian bersama penginjil Nommensen dan Simoneit menjadi penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu buat menyusun benteng pertahanan. Tetapi kehadiran tentara kolonial ini sudah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang lalu mengumumkan pulas (perang) dalam lepas 16 Februari 1878 serta penyerangan ke pos Belanda pada Bahal Batu mulai dilakukan. 

Pada tanggal 14 Maret 1878 tiba Residen Boyle bersama tambahan pasukan yg dipimpin oleh kol Engels sebanyak 250 orang tentara berdasarkan Sibolga. Pada lepas 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial serta pada tiga Mei 1878 seluruh Bangkara bisa ditaklukkan namun Singamangaraja XII bersama pengikutnya dapat menyelamatkan diri serta terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal pada Bangkara dipaksa Belanda buat bersumpah setia dan daerah tadi dinyatakan berada pada kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bangkara sudah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, namun hingga akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur pula dapat ditaklukkan oleh pasukan Belanda. Lantaran lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin interaksi dengan pasukan Aceh serta dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam buat menaikkan kemampuan tempur pasukannya. 

Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie pada Aceh dan turut dan pula dalam latihan perang Keumala. Lantaran Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka strategi perang usaha Batak dilakukan secara datang-tiba, hal ini seperti dengan taktik perang Gerilya.

Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu orang-orang Aceh yang tiba berdasarkan Trumon. Perlawanan ini dapat tidak boleh oleh pasukan Belanda yang dipimpin sang J. A. Visser, tetapi Belanda jua menghadapi kesulitan melawan usaha pada Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi kegiatan buat melawan Sisingamangaraja XII lantaran buat menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang mangkat dalam peperangan. 

Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII pulang menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda mangkat , dan Belanda harus mundur menurut Lobu Talu. Namun Belanda mendatangkan bala bantuan menurut Padang, sebagai akibatnya Lobu Talu dapat direbut balik . Pada tanggal 4 September 1889, Huta Paong diduduki sang Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sebagai akibatnya ketika datang di Tamba, terjadi perseteruan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru serta altileri, sebagai akibatnya pasukan Batak mundur ke wilayah Horion.
Sisingamangaraja XII dipercaya selalu mengobarkan perlawanan di semua Sumatera Utara. Kemudian buat menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII sebagai Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik tewas daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda semakin geram, sehingga mendatangkan regu pencari jejak berdasarkan Afrika, buat mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri berdasarkan orang-orang Senegal. 

Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda pada Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang pula ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran serta Pollung. 

Panglima Sisingamangaraja XII yg populer Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang sebagai Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede pula ditawan Belanda. Ini terjadi dalam tahun 1906.

Tahun 1907, pasukan Belanda yg dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur hingga titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih mini . Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII pula ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.

Akhir Perang

Yang awalnya pasukan Sisingamangaraja masih melakukan perlawana tetapi tahun 1900 kekuatan Sisingamangaraja semakin surut. Sehingga perlawanan nir dikerahkan buat melakukan penyerangan sebanyak mungkin melainkan memperthankan diri dari agresi versus selain penduduk wilayah Dairi dan Pak-pak masih setia kepada mereka. 

Selain itu Belanda pula melakukan gerakan pembasmi gerakan-gerakan perlawanan yang terdapat pada Sumatera (Aceh serta Batak). Operasi diketuai sang Overste Van Daelan yg bergerak menurut Aceh terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan membakar kamung-kampung yang membangkang, pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak.

Pada ketika Belanda sampai pada daerah Pak-Pak dan Dairi pasukan Sisinga mangaraja semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka menggunakan Aceh sudah terputus. Dengan terdesaknya pasukan Sisingamangaraja mereka terus berpindah-pindah menurut satu tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan diri. 

Tahun 1907,pengepungan yag dilakukan sang Belanda terhadap pasukan Sisinga mangaraja dilakukan secara intensif yg dipimpin oleh Hans Christoffel.

Dimulai menelusuri jejak Sisinga mangaraja sang Belanda namun mereka gagal menangkap Sisingamangaraja dan anak istrinya ditawan oleh Belanda. Boru Situmorang mak Sisingamangaraja tertangkap serta dijadikan tawanan perang oleh Belanda sementara itu Sisingamangaraja belum juga menyerahkan diri dan Belanda terus mencari hingga lepas 28 Mei pihak belanda mengetahui bahwa Sisingamangaraja berada pada Barus maka Wenzel mengarahkan pasukan buat menangkapnya namun nir berhasil.

4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Sisingamangaraja berada di Penegen dan Bululage serta mereka melakukan pengerebekan melalui Huta Anggoris yang tak jauh berdasarkan panguhon. Ternyata Sisingamangaraja telah meninggalkan sempurna itu sebelum mereka tiba. Sisingamangaraja terus menyingkir ke darah Asahan sementara itu Belanda terus mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi.

Banyak penduduk sekitar ditangkap lantaran dicurigai bekerjasma menggunakan Sisingamangaraja. Berbagai bisnis yg dilakukan Belanda tanggal 17 Juni 1907 Sisingamangaraja berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon (derah Dairi) pada keadaan lemah Sisingamangaraja dan pasukanya terus mengadakan perlawanan. Dalam insiden Sisingamangaraja tertebak oleh Belanda sehingga dalam waktu itu Sisingamangaraja mangkat terbunuh ditempat. 

Disaat yg bersamaan anak perempuan serta 2 putra laki-lakinya pula gugur sedangkan istri, mak dan putra-putra lainnya masih sebagai tawanan perang sang Belanda, dengan gugurnya Sisingamangaraja maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak waktu itu kerja rodi didaerah ini melemahkan struktur tradisional rakyat semakin usang semakin runtuh.
(pada akhir perang Sisingamangaraja merujuk Sisingamangaraja XII)

Sidjabat,Bonar.1982. Ahu Si Singamangaraja. Jakarta : Kintamani Ofset
Dekker,Nyman.1975.sejarah Indonesia pada Abad XIX.yptp Ikip Malang: Amamater
Poesponegoro, Marwati Djoened serta Nugroho Noto S. 1984. Sejarah Nasional Jilid VI. Jakarta : balai Pustaka

Popular posts from this blog

Pembagian Persebaran Flora dan Fauna di Indonesia Terbaru

Contoh Soal PG Pendidikan Agama Islam PAI Kelas XI Semester 1 K13 Beserta Jawaban Part3 Terbaru

INILAH CONTOH ISIAN CATATAN FAKTA PKG 14 KOMPETENSI