Arti Ucapan minal aidin wal faizin taqabbalallahu minna wa minkum Lebaran
Kalau lebaran tiba dimana mana umumnya akan berucap taqabbalallahu minna wa minkum minal aidin wal faizin mohon maaf lahir serta bathin. Dimana mana sampai di facebook twitter semua dalam mengucapkan yg begituan. Itu diklaim tahni'ah (ucapan selamat) dan bermaaf-maafan adalah satu rangkaian dari budaya silaturahim warga Indonesia ketika hari raya.
Terucap istilah "taqabbalallahu minna wa minkum", "minal aidin wal faizin", "kullu 'am wa antum bikhair", dan tahni'ah lainnya yg diikuti kalimat mohon maaf lahir batin. Sebenarnya, bagaimana syariatnya ucapan-ucapan hari raya tadi?
Beberapa kalangan ulama beropini, pada hari raya sangat dianjurkan mengucapkan kalimat tahni'ah. Bahkan diantara mereka memandang wajib jika nir melakukannya mampu memicu perpecahan diantara umat Islam.
Syaikh Asy-Syabibi menyampaikan,
Namun, ada juga kalangan ulama yg hanya sebatas membolehkannya. Seperti pendapat Ibnu Taimiyah yang menilai ucapan tahni'ah pada hari raya sama dengan ucapan-ucapan selamat pada hari biasa. Imam Ahmad juga beropini serupa. Dirinya mengaku tak pernah memulai ucapan tahni'ah kepada orang lain. Tetapi bila terdapat orang yang mengucapkan tahni'ah kepadanya, maka dia pasti akan menjawabnya.
Imam Ahmad beralasan, menjawab ucapan tahni'ah bukanlah sunnah yg diperintahkan serta nir jua dihentikan.
Mufti (anggota majelis fatwa) Arab Saudi, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin juga mempunyai pendapat serupa. Menurutnya, ucapan tahni'ah tak dikhususkan para saat eksklusif. Demikian jua bentuk ucapan tahni'ah ini tidak ditentukan satu jenis saja. Artinya, ucapan tahni'ah pada hari raya boleh menggunakan ucapan apapun selama mengandung nilai positif. Ucapan itu jua tidak mesti pada hari raya saja.
Dalam formasi fatwanya beliau berpendapat, nir terdapat syariat yang mengkhususkan ucapan eksklusif saat itu.
Di masa Rasulullah SAW serta para teman Nabi, kalimat yang masyhur terucap berdasarkan mereka adalah "taqabbalallahu minna wa minka (jamak; minkum)". Artinya, "semoga Allah mendapat amalku dan amalmu (jamak; kalian)". Hal ini sebagai bentuk pengharapan dari orang-orang yg telah menjalankan ibadah puasa sebulan lamanya agar amal mereka sama-sama diterima Allah SWT.
Riwayat yang dijadikan dalil dari kalimat ini adalah hadis dari Jubair bin Nufair. Menurut beliau, apabila para sahabat berjumpa dengan Rasulullah SAW di hari raya, satu sama lain mereka saling mengucapkan "taqabbalallahu minna wa minkum". Riwayat ini disebut sebagai riwayat hasan (baik) sang Al Hafizh Ibnu Hajar sebagaimana disebutkan dalam Fathul Bari karangan Ibnu Hajar Al Asqolani.
Riwayat lain menurut Ibnu Aqil menceritakan, beberapa hadis mengenai ucapan tahni'ah pada hari raya juga menganjurkan ucapan ini.
Ibnu Aqil berdalil menggunakan hadis dari Muhammad bin Ziyad.
Sementara pada Indonesia, Malaysia, serta negara-negara serumpun melayu terbiasa mengucapkan kalimat tahni'ah "minal a'idin wal faizin". Ucapan ini bermakna, "berdasarkan orang-orang yang kembali, dan orang-orang yg menang." Jadi ucapan ini nir dari berdasarkan zaman nabi.
Banyak kalangan mempertanyakan kalimat ini lantaran dinilai masih terlalu majhul (universal) menurut segi maknanya. Apakah yg dimaksud menggunakan "orang yang balik " dalam kalimat ini? Tentu mampu saja dipelintir maknanya. Bisa saja dimaknai negatif dengan pulang kepada kemaksiatan setelah sebulan berpuasa.
Muhammad Abduh Tuasikal MSc dalam bahasan ucapan selamat dalam hari raya Idul Fitri mengungkapkan, hendaknya ucapan yg majhul dan nir jelas acuan maknanya ini ditinggalkan. Karena kerancuan berdasarkan makna ini, dari Tuasikal, sanggup saja difahami menggunakan makna lain.
"Minal a'idin" (berdasarkan orang-orang yg pulang) bisa saja menyebabkan anggapan bahwa ibadah hanya di bulan Ramadhan saja. Setelah Ramadhan berakhir mereka akan kembali kepada maksiat.
Disamping itu, kebanyakan orang yg mengucapkannya bahkan tidak mengetahui makna dari kalimat ini. Bahkan, ada yang memahami kalimat "minal a'idin wal faizin" merupakan adalah "mohon maaf lahir dan batin".
Hal ini ditimbulkan 2 kalimat ini selalu beriringan pengucapannya. Hal ini tentu sudah menyimpang menurut maksud tahni'ah. Bagaimana mungkin seorang memberikan ucapan selamat dengan kalimat yg beliau tidak ketahui maknanya?
Namun, ada jua yg berkata ucapan "minal a'idin wal faizin" merupakan jenis ucapan penuh makna. Seperti Quraish Syihab pada tafsir Al Misbah menjelaskan, ucapan minal a'idin merupakan singkatan menurut "Allahummaj'alna minal a'idin wal faizin" (ya Allah jadikan kami menjadi orang-orang yang balik serta orang-orang yang menang). Ada kata yg dihilangkan, yakni "Allahummaj'alna".
Menurut kalangan sastra Arab, penghilangan istilah ini tak serta-merta membuatnya sebagai majhul. Kata ini telah masyhur dan dipahami. Sebagaimana orang yang bertanya "makan?" menjadi singkatan berdasarkan "apa kamu ingin makan?" Jadi, sama sekali makna kalimat tersebut tak hilang walau ada sebahagian kata yang dihilangkan.
Kesimpulannya, sebagaimana difahamkan Ibnu Taimiyah, kalimat tahni'ah bertujuan buat memberikan selamat. Dengan adanya kalimat tahni'ah, terjalinlah ikatan hati antar orang yang mengucapkannya. Jadi sebenarnya, tidak perlu memakai kalimat-kalimat musykil (sulit difahami) jika orang yg mengucapkan dan diucapkan sama-sama tak mengerti maknanya.
Kalangan ulama Indonesia menganjurkan, sebaiknya menggunakan tahni'ah "taqabbalallahu minna wa minkum" karena kalimat ini lebih jelas maknanya. Disamping itu, kalimat ini juga sudah populer di kalangan ahlussunnah. Banyak riwayat yang berbicara soal popularitas kalimat ini di zaman para sahabat Nabi.
Adapun pengucapan "minal a'idin wal faizin" sebaiknya diiringi dengan irsyadat (pencerdasan) berdasarkan orang yg mengerti makna kalimat ini. Agar orang yg belum tahu maknanya, sanggup mengerti apa maksud menurut kalimat yang terucap kepadanya. Wallahu'alam.
sumber: republika.co.id
Terucap istilah "taqabbalallahu minna wa minkum", "minal aidin wal faizin", "kullu 'am wa antum bikhair", dan tahni'ah lainnya yg diikuti kalimat mohon maaf lahir batin. Sebenarnya, bagaimana syariatnya ucapan-ucapan hari raya tadi?
Beberapa kalangan ulama beropini, pada hari raya sangat dianjurkan mengucapkan kalimat tahni'ah. Bahkan diantara mereka memandang wajib jika nir melakukannya mampu memicu perpecahan diantara umat Islam.
Syaikh Asy-Syabibi menyampaikan,
"Bahkan, wajib mengucapkan ucapan selamat ketika hari raya, bila nir mengucapkan kalimat ini mampu menyebabkan permusuhan dan terputusnya interaksi sesama," jelasnya seperti diterangkan dalam Al-Fawakih Ad-Dawani (3:244).
Namun, ada juga kalangan ulama yg hanya sebatas membolehkannya. Seperti pendapat Ibnu Taimiyah yang menilai ucapan tahni'ah pada hari raya sama dengan ucapan-ucapan selamat pada hari biasa. Imam Ahmad juga beropini serupa. Dirinya mengaku tak pernah memulai ucapan tahni'ah kepada orang lain. Tetapi bila terdapat orang yang mengucapkan tahni'ah kepadanya, maka dia pasti akan menjawabnya.
Imam Ahmad beralasan, menjawab ucapan tahni'ah bukanlah sunnah yg diperintahkan serta nir jua dihentikan.
"Siapa mengerjakannya maka baginya ada model dan siapa yang meninggalkannya baginya juga terdapat contoh," kentara Imam Ahmad dalam Al Jauharun Naqi (tiga/320).
Mufti (anggota majelis fatwa) Arab Saudi, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin juga mempunyai pendapat serupa. Menurutnya, ucapan tahni'ah tak dikhususkan para saat eksklusif. Demikian jua bentuk ucapan tahni'ah ini tidak ditentukan satu jenis saja. Artinya, ucapan tahni'ah pada hari raya boleh menggunakan ucapan apapun selama mengandung nilai positif. Ucapan itu jua tidak mesti pada hari raya saja.
Dalam formasi fatwanya beliau berpendapat, nir terdapat syariat yang mengkhususkan ucapan eksklusif saat itu.
"Apa yg biasa diucapkan manusia dibolehkan selama di dalamnya tidak mengandung dosa," jelasnya.
Di masa Rasulullah SAW serta para teman Nabi, kalimat yang masyhur terucap berdasarkan mereka adalah "taqabbalallahu minna wa minka (jamak; minkum)". Artinya, "semoga Allah mendapat amalku dan amalmu (jamak; kalian)". Hal ini sebagai bentuk pengharapan dari orang-orang yg telah menjalankan ibadah puasa sebulan lamanya agar amal mereka sama-sama diterima Allah SWT.
Riwayat yang dijadikan dalil dari kalimat ini adalah hadis dari Jubair bin Nufair. Menurut beliau, apabila para sahabat berjumpa dengan Rasulullah SAW di hari raya, satu sama lain mereka saling mengucapkan "taqabbalallahu minna wa minkum". Riwayat ini disebut sebagai riwayat hasan (baik) sang Al Hafizh Ibnu Hajar sebagaimana disebutkan dalam Fathul Bari karangan Ibnu Hajar Al Asqolani.
Riwayat lain menurut Ibnu Aqil menceritakan, beberapa hadis mengenai ucapan tahni'ah pada hari raya juga menganjurkan ucapan ini.
Ibnu Aqil berdalil menggunakan hadis dari Muhammad bin Ziyad.
"Aku pernah beserta Abu Umamah Al Bahili dan teman Nabi SAW yang lain. Jika mereka pulang dari shalat ied satu sama lain mengucapkan, ‘taqabbalallahu minna wa minka'," jelasnya. Imam Ahmad menguatkan riwayat ini dengan menyebutnya sebagai riwayat yang jayyid (mengagumkan).
Sementara pada Indonesia, Malaysia, serta negara-negara serumpun melayu terbiasa mengucapkan kalimat tahni'ah "minal a'idin wal faizin". Ucapan ini bermakna, "berdasarkan orang-orang yang kembali, dan orang-orang yg menang." Jadi ucapan ini nir dari berdasarkan zaman nabi.
Banyak kalangan mempertanyakan kalimat ini lantaran dinilai masih terlalu majhul (universal) menurut segi maknanya. Apakah yg dimaksud menggunakan "orang yang balik " dalam kalimat ini? Tentu mampu saja dipelintir maknanya. Bisa saja dimaknai negatif dengan pulang kepada kemaksiatan setelah sebulan berpuasa.
Muhammad Abduh Tuasikal MSc dalam bahasan ucapan selamat dalam hari raya Idul Fitri mengungkapkan, hendaknya ucapan yg majhul dan nir jelas acuan maknanya ini ditinggalkan. Karena kerancuan berdasarkan makna ini, dari Tuasikal, sanggup saja difahami menggunakan makna lain.
"Minal a'idin" (berdasarkan orang-orang yg pulang) bisa saja menyebabkan anggapan bahwa ibadah hanya di bulan Ramadhan saja. Setelah Ramadhan berakhir mereka akan kembali kepada maksiat.
Disamping itu, kebanyakan orang yg mengucapkannya bahkan tidak mengetahui makna dari kalimat ini. Bahkan, ada yang memahami kalimat "minal a'idin wal faizin" merupakan adalah "mohon maaf lahir dan batin".
Hal ini ditimbulkan 2 kalimat ini selalu beriringan pengucapannya. Hal ini tentu sudah menyimpang menurut maksud tahni'ah. Bagaimana mungkin seorang memberikan ucapan selamat dengan kalimat yg beliau tidak ketahui maknanya?
Namun, ada jua yg berkata ucapan "minal a'idin wal faizin" merupakan jenis ucapan penuh makna. Seperti Quraish Syihab pada tafsir Al Misbah menjelaskan, ucapan minal a'idin merupakan singkatan menurut "Allahummaj'alna minal a'idin wal faizin" (ya Allah jadikan kami menjadi orang-orang yang balik serta orang-orang yang menang). Ada kata yg dihilangkan, yakni "Allahummaj'alna".
Menurut kalangan sastra Arab, penghilangan istilah ini tak serta-merta membuatnya sebagai majhul. Kata ini telah masyhur dan dipahami. Sebagaimana orang yang bertanya "makan?" menjadi singkatan berdasarkan "apa kamu ingin makan?" Jadi, sama sekali makna kalimat tersebut tak hilang walau ada sebahagian kata yang dihilangkan.
Kesimpulannya, sebagaimana difahamkan Ibnu Taimiyah, kalimat tahni'ah bertujuan buat memberikan selamat. Dengan adanya kalimat tahni'ah, terjalinlah ikatan hati antar orang yang mengucapkannya. Jadi sebenarnya, tidak perlu memakai kalimat-kalimat musykil (sulit difahami) jika orang yg mengucapkan dan diucapkan sama-sama tak mengerti maknanya.
Kalangan ulama Indonesia menganjurkan, sebaiknya menggunakan tahni'ah "taqabbalallahu minna wa minkum" karena kalimat ini lebih jelas maknanya. Disamping itu, kalimat ini juga sudah populer di kalangan ahlussunnah. Banyak riwayat yang berbicara soal popularitas kalimat ini di zaman para sahabat Nabi.
Adapun pengucapan "minal a'idin wal faizin" sebaiknya diiringi dengan irsyadat (pencerdasan) berdasarkan orang yg mengerti makna kalimat ini. Agar orang yg belum tahu maknanya, sanggup mengerti apa maksud menurut kalimat yang terucap kepadanya. Wallahu'alam.
sumber: republika.co.id